Revisi UU ITE, Sanksi Pencemaran Nama Baik Akan Lebih Ringan?

Reporter

Rabu, 20 April 2016 11:45 WIB

Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, menghadiri keterangan pers di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, 15 Maret 2016. Pemerintah sedang mengkaji pemantauan ulang dan kelayakan operasi Uber Taxi dan Grab Car. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I DPR, yang antara lain membidangi telekomunikasi, menggelar rapat kerja dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika guna membahas revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Rapat hari ini diharapkan menjadi rapat kerja terakhir sebelum diputuskan masuk ke panitia kerja untuk dibahas.

"Hari ini pemerintah yang bicara, mendorong masyarakat untuk berkreasi tanpa harus ada masalah intellectual property rights," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di gedung Parlemen, Senayan, Rabu, 20 April 2016.

Rudi berujar, ada dua poin krusial dari pemerintah dalam revisi UU ITE, yaitu berfokus pada Pasal 27 ayat 3 perihal penghinaan dan pencemaran nama baik. "Pertama ialah menurunkan ancaman hukuman pidana dari 6 tahun menjadi di bawah 5 tahun atau jadi 4 tahun," ucapnya.

Baca Juga: Revisi UU ITE Mulai Dibahas di DPR, Aktivis Persoalkan 3 Hal

Usulan untuk menurunkan ancaman sanksi pidana bagi pelaku dicanangkan setelah pemerintah mengkaji banyaknya kasus pencemaran nama baik melalui media elektronik.

Sebelumnya, pasal tersebut menyebutkan ancaman hukuman 6 tahun dinilai tinggi. Hal ini membuat masyarakat tidak lagi bebas berekspresi.

Rudi menambahkan, penurunan ancaman hukuman dapat menjadi jalan tengah tanpa perlu menghapus pasal tersebut. Hal ini diharapkan membuat masyarakat memanfaatkan Internet dengan efektif. "Mekanisme penurunan ancaman hukuman juga akan kami konsultasikan ke Kementerian Hukum dan HAM," ujar Rudi.

Baca: Pesan Grab Car Dapat Tumpangan Mobil Mewah Plus Internet

Poin kedua, menurut Rudi, mendorong masuknya delik aduan ke regulasi. Sebab, pasal pencemaran nama baik dianggap masih bersifat multitafsir. Misalnya adanya penindakan dari penegak hukum tanpa ada aduan dari pihak korban yang tercemar nama baiknya. "Ini agar yang merasa dirugikan bisa mengadukan," ucap Rudi.

Dalam revisi ini, total ada 57 daftar isian masalah yang dibahas, 12 daftar isian masalah yang tetap atau disepakati tidak dibahas, 23 substansi, dan 12 redaksional klarifikasi. Revisi UU ITE berawal dari kesepakatan rapat kerja antara Komisi I dan Kemenkominfo. Pembahasan revisi memang dimulai ketika ada kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh netizen.



GHOIDA RAHMAH




Advertising
Advertising

Berita terkait

Psikolog Sebut Perlunya Orang Tua Terapkan Aturan Jelas Penggunaan Ponsel pada Anak

8 hari lalu

Psikolog Sebut Perlunya Orang Tua Terapkan Aturan Jelas Penggunaan Ponsel pada Anak

Orang tua harus memiliki aturan yang jelas dan konsisten untuk mendisiplinkan penggunaan ponsel dan aplikasi pada anak.

Baca Selengkapnya

Kominfo Gandeng Tony Blair Institute Antisipasi Kejahatan Artificial Intelligence

13 hari lalu

Kominfo Gandeng Tony Blair Institute Antisipasi Kejahatan Artificial Intelligence

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Tony Blair Institute for Global Change bekerja sama antisipasi kejahatan Artificial Intelligence.

Baca Selengkapnya

56 Siswa SMK Ini Jalani Program Backpacker dari Sekolahnya ke 20 Negara

30 hari lalu

56 Siswa SMK Ini Jalani Program Backpacker dari Sekolahnya ke 20 Negara

Selain mencari pengalaman dan ilmu di kampus-kampus tujuan, siswa santri ini juga membagikan ilmu dan pengetahuan di bidang teknologi informasi.

Baca Selengkapnya

Prabowo Tegas di Debat Capres Mau Bangun Pabrik Ponsel, Pengamat: TKDN-nya Saja

6 Februari 2024

Prabowo Tegas di Debat Capres Mau Bangun Pabrik Ponsel, Pengamat: TKDN-nya Saja

Barangkali tak dibayangkan Prabowo, pengamat telekomunikasi yang pernah bekerja di Jerman ini sebut bikin pabrik ponsel di Indonesia tidak mudah.

Baca Selengkapnya

Janji Capres Bangun Teknologi Informasi, Peneliti TII: Perlu Insentif dan Kebebasan Ekonomi

5 Februari 2024

Janji Capres Bangun Teknologi Informasi, Peneliti TII: Perlu Insentif dan Kebebasan Ekonomi

Pemerintah perlu menyediakan insentif untuk membangun dan memperkuat teknologi informasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Tiga Capres soal Teknologi Informasi: Dari Bangun Pabrik hingga Penguatan SDM

5 Februari 2024

Tiga Capres soal Teknologi Informasi: Dari Bangun Pabrik hingga Penguatan SDM

Dalam debat kelima Ahad malam, tiga Capres menjelaskan pandangannya soal kedaulatan teknologi informasi.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno: Tunggakan Uang Kuliah di ITB, Prabowo Mau Tambah Dokter

5 Februari 2024

Top 3 Tekno: Tunggakan Uang Kuliah di ITB, Prabowo Mau Tambah Dokter

Berita dari ITB puncaki Top 3 Tekno terkini. Tapi yang mendominasi adalah berita dari debat capres yang bahas teknologi informasi dan kesehatan.

Baca Selengkapnya

Teknologi Informasi di Debat Capres, Pakar di ITB Sebut 3 Tantangan Rezim Baru

4 Februari 2024

Teknologi Informasi di Debat Capres, Pakar di ITB Sebut 3 Tantangan Rezim Baru

Pakar teknologi informasi dari ITB mengatakan rezim baru perlu melakukan digitalisasi dan pencerdasan secara masif untuk transformasi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Target Internet Minimal 100 Mbps, Link Net: Kami Pelajari Dulu

30 Januari 2024

Target Internet Minimal 100 Mbps, Link Net: Kami Pelajari Dulu

Link Net masih mempelajari potensi penerapan internet minimal 100 Mbps. Butuh penyesuaian infrastruktur dan harga.

Baca Selengkapnya

Nezar Patria Sebut SE Etika Kecerdasan Artifisial Bisa Lengkapi Aturan yang Sudah Ada

20 Januari 2024

Nezar Patria Sebut SE Etika Kecerdasan Artifisial Bisa Lengkapi Aturan yang Sudah Ada

Nezar Patria mengatakan Surat Edaran (SE) Menkominfo No. 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial bisa melengkapi aturan-aturan yang sudah ada.

Baca Selengkapnya