Dukung BPJS Kesehatan, RS Swasta Layak Dapat Insentif  

Reporter

Kamis, 17 Maret 2016 18:33 WIB

Ilustrasi BPJS Kesehatan. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Demi meningkatkan partisipasi rumah sakit swasta dalam layanan BPJS Kesehatan, pemerintah dipandang perlu memberi insentif.

"Sebab, selama ini pemerintah memberi porsi insentif kepada RS pemerintah. Akibatnya, tidak banyak rumah sakit swasta yang tertarik mengikuti BPJS Kesehatan," kata Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PPP, Okky Asokawati, Kamis, 17 Maret 2016, terkait dengan kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Dari sisi layanan dan fasilitas, tidak sedikit rumah sakit swasta yang lebih baik dari rumah sakit pemerintah. Karena itu, dengan kenaikan iuran, pemerintah perlu memberi peluang kepada rumah sakit swasta dalam pelayanan BPJS.

Meski ada kenaikan iuran BPJS, Okky mengemukakan, pemerintah perlu secara konsisten dan terus-menerus memberi pemahaman kepada masyarakat agar berlaku hidup sehat. Sikap preventif jauh lebih baik daripada mengobati. "Karena berapa pun investasi yang dilakukan di bidang kesehatan, jika perilaku sehat tidak diterapkan, akan sia-sia belaka," katanya.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada awal April mendatang merujuk Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 dengan rincian kelas III dari Rp 25.000 menjadi Rp 30.000, kelas II dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000, dan kelas I dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000.

Ada beberapa hal yang dia respons. Menurut Okky, kenaikan iuran BPJS tak menjamin kualitas layanan membaik. "Karena berapa pun kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan, bila hulu dari persoalan BPJS ini tidak dibereskan, persoalan di BPJS akan terus terjadi. Protes dari tenaga kesehatan (dokter) akan terus muncul. Akibatnya, layanan kesehatan terhadap peserta BPJS tidak maksimal," katanya.

Persoalan hulu yang dimaksud adalah tidak adanya transparansi manajemen rumah sakit dalam pembagian paket dari BPJS yang didistribusikan kepada tenaga kesehatan (dokter) dan untuk obat. Semestinya, manajemen rumah sakit adil dalam distribusi paket dari BPJS.

Jika tidak adil, protes dari tenaga kesehatan seperti dokter tidak bisa dihindari. "Karena itu, saya meminta Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang baru dipilih DPR melakukan pengecekan terkait hal tersebut untuk dilakukan perbaikan," katanya.

Masalah hulu lainnya adalah BPJS Kesehatan semestinya melakukan pemetaan daerah yang padat penduduk dan tidak padat penduduk, daerah yang sehat atau sedikit penyakit, serta yang tidak sehat atau banyak penyakit.

Upaya tersebut untuk membedakan kapitasi (metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan) terhadap masing-masing wilayah dengan kategori tersebut. "Tujuannya agar tenaga kesehatan (dokter) dapat mengambil untung karena kapitasi yang tidak terpakai akan diambil oleh tenaga kesehatan," kata Okky.

BISNIS.COM


Berita terkait

Banyak dibutuhkan di Bidang Asuransi, Mengenal Profesi Aktuaris

17 hari lalu

Banyak dibutuhkan di Bidang Asuransi, Mengenal Profesi Aktuaris

Menjadi seorang aktuaris memang tidak mudah karena dalam pekerjaannya mengaplikasikan beberapa ilmu sekaligus seperti matematika hingga statistika.

Baca Selengkapnya

HSBC Indonesia dan Allianz Life Luncurkan Asuransi Warisan, Khusus untuk Nasabah Premier

19 hari lalu

HSBC Indonesia dan Allianz Life Luncurkan Asuransi Warisan, Khusus untuk Nasabah Premier

HSBC Indonesia dan Allianz Life meluncurkan produk asuransi berbentuk warisan atau Premier Legacy Assurance untuk nasabah premiernya. Produk perencanaan warisan ini dikonsep sebagai solusi perlindungan sekaligus dukungan terhadap kehidupan keluarga nasabah yang sejahtera di masa depan.

Baca Selengkapnya

KCIC Periksa Kesesuaian Tiket Penumpang Whoosh untuk Kebutuhan Pemberian Asuransi Perjalanan

37 hari lalu

KCIC Periksa Kesesuaian Tiket Penumpang Whoosh untuk Kebutuhan Pemberian Asuransi Perjalanan

Apabila data yang diisi pada tiket tidak sesuai dengan identitas aslinya, maka penumpang Whoosh tersebut tidak ter-cover oleh asuransi.

Baca Selengkapnya

Tony Benitez Ditunjuk jadi CEO dan Presdir Baru Prudential Indonesia

55 hari lalu

Tony Benitez Ditunjuk jadi CEO dan Presdir Baru Prudential Indonesia

Prudential Indonesia menunjuk Tony Benitez sebagai CEO dan Presiden Direktur menggantikan Michellina Laksmi Triwardhany per 1 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

PTUN Menangkan Kresna Life, Pengamat Asuransi: Preseden Buruk bagi Industri Keuangan

55 hari lalu

PTUN Menangkan Kresna Life, Pengamat Asuransi: Preseden Buruk bagi Industri Keuangan

Putusan PTUN yang membatalkan keputusan OJK ihwal pencabutan izin usaha Kresna Life dinilai sebagai preseden buruk bagi industri keuangan.

Baca Selengkapnya

Dikalahkan Kresna Life di PTUN, OJK Ajukan Banding

55 hari lalu

Dikalahkan Kresna Life di PTUN, OJK Ajukan Banding

OJK akan mengajukan banding atas kasusnya melawan Kresna Life.

Baca Selengkapnya

PTUN Batalkan Pencabutan Izin Usaha Kresna Life, Bagaimana Respons OJK dan Seperti Apa Kronologinya?

55 hari lalu

PTUN Batalkan Pencabutan Izin Usaha Kresna Life, Bagaimana Respons OJK dan Seperti Apa Kronologinya?

PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Michael Steven ihwal pembatalan keputusan OJK mengenai pencabutan izin usaha Kresna Life. Bagaimana respons OJK?

Baca Selengkapnya

KPK Selidiki Korupsi di PT Taspen, Begini Modus Investasi Fiktif Ala Taspen Life

58 hari lalu

KPK Selidiki Korupsi di PT Taspen, Begini Modus Investasi Fiktif Ala Taspen Life

Dugaan korupsi di PT Taspen, Taspen Life dengan modus investasi fiktif menambah daftar panjang kasus penyelewengan dana asuransi di Indonesia

Baca Selengkapnya

Prudential Indonesia Luncurkan Asuransi Jiwa PRUFuture, Targetkan Milenial dan Gen Z

22 Februari 2024

Prudential Indonesia Luncurkan Asuransi Jiwa PRUFuture, Targetkan Milenial dan Gen Z

Prudential Indonesia pada awal tahun ini telah meluncurkan Asuransi Jiwa PRUFuture. Produk ini merupakan perlindungan jiwa jangka panjang.

Baca Selengkapnya

Thailand Luncurkan Jaminan Kesehatan untuk Turis Asing sampai Rp438 Juta

17 Februari 2024

Thailand Luncurkan Jaminan Kesehatan untuk Turis Asing sampai Rp438 Juta

Kompensasi turis di Thailand berdasarkan kasus, misalnya, jika kehilangan penglihatan atau cacat permanen, besarnya adalah Rp131 juta.

Baca Selengkapnya