TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyetujui perusahaan jasa transportasi berbasis online dari luar Indonesia, seperti Grab Car dan Uber, beroperasi. Namun Kadin mengajukan beberapa persyaratan agar bisa beroperasi.
"Kami di Kadin mengapresiasi teknologi yang memajukan dan memudahkan. Namun pelaksanaannya harus mematuhi peraturan yang sama," kata Adrianto Djokosoetono, Ketua Komite Perhubungan Darat Kadin, saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Selasa, 15 Maret 2016.
Adrianto menyatakan saat ini, masih belum ada regulasi yang jelas dan mengikat terkait dengan penyelenggaraan industri transportasi, khususnya dari perusahaan yang berasal dari luar negeri, seperti Uber dan Grab. Untuk itu, mereka meminta kesamaan aturan baik bagi jasa transportasi online maupun offline.
Selain itu, ucap Adrianto, Kadin juga meminta agar urusan perpajakan bagi perusahaan transportasi dari luar juga diperjelas. Uber dan Grab Car sebelumnya dianggap tidak membayar pajak serta tidak memiliki kir sehingga mampu menekan harga seminimal mungkin.
Masalah harga ini, yang menurut Adrianto menjadi polemik. Grab dan Uber adalah perusahaan dengan dasar modal yang kuat, sehingga walau terjadi kerugian dengan menerapkan promo, tidak terlalu berpengaruh.
Padahal ini akan berdampak pada pengusaha transportasi dengan modal kecil. "Secara keseluruhan, terjadi penurunan (pengguna) sebesar 20 persen tiap tahun (bagi transportasi konvensional). Yang justru paling terpuruk pengusaha kecil dengan armada kecil," ujar Adrianto.
Karena itu Kadin meminta perlakuan yang sama dalam hal tarif yang diterapkan bagi jasa transportasi di Indonesia. "Kita sebagai pengguna jasa akan punya pilihan yang lebih banyak," ucap Adrianto.
Kadin juga setuju dengan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang meminta perusahaan, seperti Grab dan Uber, mendaftarkan kendaraan yang berada di bawah naungannya. Hal ini agar kendaraan terdaftar dan penumpangnya merasa aman.