Batu Bara Dilarang, Pelindo II Ogah Kembangkan Pelabuhan
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 15 Maret 2016 01:59 WIB
TEMPO.CO, Cirebon - Batu bara dilarang bongkar, pengembangan Pelabuhan Cirebon pun terancam batal. Revisi analisis dampak lingkungan (amdal) pun masih terganjal belum adanya Rencana Induk Pelabuhan (RIP).
Hal tersebut diungkapkan General Manager PT Pelindo II Pelabuhan Cirebon, Hudadi Soerdja Djanegara, Senin 14 Maret 2016. “Pengembangannya bisa batal,” kata Hudadi. Mereka,lanjut Hudadi, bisa berfikir ulang untuk melakukan pengembangan pelabuhan jika batu bara dilarang untuk masuk dan bongkar di Pelabuhan Cirebon. Ini dikarenakan volume barang yang menghasilkan uang dalam jumlah besar tidak bisa masuk lagi ke Pelabuhan Cirebon. Sehingga pengembangan pelabuhan pun tidak ada gunanya lagi.
Ditambahkan Hudadi, sebenarnya Pelabuhan Cirebon sudah memiliki amdal. Ada pun revisi amdal yang diminta oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut menurut Hudadi terkait dengan rencana pengembangan pelabuhan. “Tapi bagaimana revisi amdal bisa dibuat jika Rencana Induk Pelabuhan (RIP) nya hingga kini belum jadi,” kata Hudadi. Revisi amdal, lanjut Hudadi baru bisa dibuat setelah RIP sudah ada. Hingga kini pun pengembangan Pelabuhan Cirebon belum memiliki RIP.
Jika terkait dengan permasalahan debu batu bara, Hudadi mengungkapkan sebelumnya Pelabuhan Cirebon tidak dirancang khusus untuk pelabuhan batu bara. Namun Hudadi mengklaim jika mereka sudah berupaya untuk meminimkan debu batu bara yang berterbangan hingga ke pemukiman penduduk di sekitar pelabuhan. “Berbagai instruksi yang dikeluarkan oleh KSOP sudah kami lakukan,” kata Hudadi.
Instruksi tersebut mulai dari menyemprotkan air saat proses bongkar batu bara dari tongkang ke truk, penyapuan areal pelabuhan hingga hanya mengoperasikan satu dermaga yaitu dermaga Muara Jati 1 untuk bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon. Mereka pun tengah memasang jaring untuk menahan agar debu tidak terbang hingga ke permukiman penduduk. “Stock file batu bara pun sudah tidak ada lagi di lingkungan pelabuhan. Semua sudah keluar dari pelabuhan,” kata Hudadi.
Sementara itu Manajer Operasiol Yossianus Marciano, menambahkan jika pada 2009 lalu pihaknya sudah mengajukan revisi amdal dalam rangka pengembangan pelabuhan Cirebon. “Tapi ternyata masterplannya ditolak, gagal,” katanya. Sehingga revisi amdal pun tidak bisa dilakukan.
Intinya, lanjut Yossi, revisi amdal baru bisa dilakukan jika rencana induk pelabuhan (RIP) untuk pengembangan Pelabuhan Cirebon sudah ada. Saat ini studi RIP sudah ada. Hanya saja studi tersebut masih memerlukan waktu yang panjang. Di antaranya masih harus mendapatkan persetujuan dari Wali Kota Cirebon dan Gubernur Jawa Barat. Termasuk persetujuan dari Menteri Perhubungan. Sehingga menurut Yossi tidak mungkin akan selesai dalam waktu 14 hari.
Dalam rencana pengembangan Pelabuhan Cirebon nantinya terminal bongkar batu bara akan dibangun jauh ke tengah laut. “Sehingga jauh dari pemukiman penduduk dan bisa meminimalkan debu yang berterbangan hingga ke pemukiman warga,” lanjut Yossi. Namun karena hingga kini RIP belum jadi, sehingga pengembangan pelabuhan Cirebon yang semula ditargetkan dilakukan tahun lalu hingga kini tak kunjung terealisasi.
Sebelumnya, Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Cirebon sudah mendapatkan surat dari Dirjen Perhubungan Laut untuk segera menghentikan aktivitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon dalam waktu 14 hari hingga PT Pelindo II Pelabuhan Cirebon melakukan revisi amdal mereka. Karenanya Revolindo, sebagai kepala KSOP Cirebon pun sudah membuat surat edaran kepada PT Pelindo II Pelabuhan Cirebon, agen dan berbagai pihak terkait di Pelabuhan Cirebon akan penghentian sementara tersebut.
Batu bara yang masuk ke Pelabuhan Cirebon setiap tahunnya mencapai sekitar 3 juta ton. Lebih dari 2 juta ton batu bara yang bongkar di Pelabuhan Cirebon untuk bahan bakar PLTU dan sejumlah pabrik di daerah Bandung. Sedangkan sisanya untuk memasok pabrik yang ada di wilayah Cirebon dan Jawa Tengah bagian barat.
IVANSYAH