Dua pekerja mengamati proses produksi baja di PT Gunung Steel Group di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, 26 Februari 2015. Penyerapan tenaga kerja di industri baja sebanyak 200.000 orang. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri baja yang rencananya akan dilakukan Tiongkok diyakini tidak akan mempengaruhi pasokan baja di Indonesia.
Demikian disampaikan Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Kamis, 3 Maret 2016.
"Tidak pengaruh, karena pasokan baja kita kan ada dari Korea dan Jepang. Beberapa dari Tiongkok paling untuk konstruksi," kata Putu.
Menurut Putu, kapasitas produksi baja di Indonesia sebesar 7 juta ton per tahun masih belum mampu memenuhi kebutuhan baja sebesar 14 juta ton.
Sehingga, Indonesia masih membutuhkan baja impor dari beberapa negara, termasuk Tiongkok, yang merupakan pemasok baja terbesar dunia.
Kendati demikian, Putu memperkirakan bahwa baja impor asal Negeri Sakura Masih mendominasi di Indonesia.
"Dari Jepang banyak yang masuk sini, karena kan banyak dipakai di otomotif yang baja luarnya mobil-mobil itu kebanyakan masih impor," ujar Putu.
Sebelumnya, Kantor Berita Amerjka Serikat Reuters mengabarkan Tiongkok mengumumkan akan merumahkan 1,8 juta pekerja di industri batu bara dan baja, atau 15 persen dari jumlah tenaga kerja. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya mengurangai kelebihan kapasitas industri.
Informasi tersebut disampaikan Menteri Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Sosial Yin Weimin.
Ekspor Nonmigas Desember 2023 Anjlok Terdalam, Kelapa Sawit Turun 28,73 Persen
15 Januari 2024
Ekspor Nonmigas Desember 2023 Anjlok Terdalam, Kelapa Sawit Turun 28,73 Persen
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan pada Desember 2023, nilai ekspor nonmigas mengalami penurunan secara tahunan. Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS Puji Ismartini mengatakan penurunan terjadi pada semua sektor.