Pelaku Bisnis Pelayaran Minta Perlakuan Adil di Jalur Laut
Editor
Saroh mutaya
Senin, 22 Februari 2016 16:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku bisnis pelayaran swasta meminta pemerintah juga memberikan ruang partisipasi bagi mereka dalam program jalan tol laut seperti yang diberikan kepada Pelni.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Indonesia National Shipowners Association (INSA) Surabaya Stenvens H. Lesawengen mengatakan jalan tol laut yang bertujuan mengikis disparitas harga barang antara Pulau Jawa dan non-Jawa sebagai program yang bagus. “Tapi dalam implementasinya yang salah,” katanya hari ini, Senin, 22 Februari 2016.
Kesalahan yang dimaksud ialah keberadaan Pelni sebagai kepanjangan tangan pemerintah justru mematikan kiprah swasta. Ini disebabkan oleh jalur pelayaran yang dilalui kapal pemerintah dengan kapal swasta ada di ruas yang sama sehingga saling bertabrakan.
INSA menuntut perlakuan yang lebih adil kepada perusahaan pelayaran swasta yang sudah berkiprah lebih dulu. Salah satu bentuknya bisa dengan memberikan subsidi seperti yang dilakukan pemerintah kepada Pelni. “Kenapa subsidi tidak dikasih kepada kami saja, toh subsidi dari uang rakyat, yakni mereka yang seperti kami, yaitu mereka yang bayar pajak,” ucap Stenvens.
Dia menekankan jalan tol laut sebagai program yang bagus, hanya pelaksanaannya tidak tepat. Alih-alih menekan disparitas harga barang, ongkos angkut kontainer pun jadi timpang.
Biaya angkut kontainer (freight) kapal pelat merah bisa Rp 3,4 juta berkat subsidi, sedangkan swasta sampai Rp 15 juta. Yang lebih menggelisahkan pemilik kapal, selain jurang freight tersebut, adalah jalur yang dilalui kapal Pelni. Mereka, imbuh Stenvens, tidak beroperasi di ruas baru, tapi ikut mencaplok kue yang sama.
INSA menyatakan rencana enam rute yang hendak dioperasikan bukanlah ruas perawan, melainkan semuanya sudah dijamah kapal-kapal swasta. Dari enam rute yang ditargetkan hadir, sekarang baru beroperasi tiga trayek.
Trayek yang terlebih dulu jalan adalah Tanjung Priok-Tarempa-Natuna-Tarempa-Natuna-Priok. Kedua, Tanjung Perak-Wanci-Wakatobi-Namlea-Fakfak-Kaimana-Timika. Adapun yang ketiga, Tanjung Perak-Larantuka-Lewoleba-Rote-Sabu.
“Jalur yang ada ini bukan bersinggungan, tapi bertabrakan dengan pelayaran swasta. Uang negara dihabiskan untuk proyek ini ditambah mematikan pelayaran swasta,” ucap Stenvens.
Sejak tahun lalu sudah dioperasikan tiga trayek jalan tol laut. Pada tahun ini Kementerian Perhubungan akan membuka tiga trayek tambahan. Sampai dengan 2017 diperkirakan akan diperbanyak sampai 13 trayek.
Dani Suantie, seorang pemilik kapal di Surabaya, mengatakan sekarang mulai banyak kapal yang berhenti melaut. Jika kondisi ini didiamkan, selain merugikan pengusaha, pasti bakal menghasilkan pengangguran.
Di Pelabuhan Kalimas Surabaya sekarang ini ada 70 perusahaan pelayaran yang rata-rata memiliki tiga kapal, sedangkan Dani memiliki 30 kapal. Artinya, secara kumulatif totalnya ada sekitar 210 kapal. Ratusan kapal ini perlahan kiprahnya mulai redup karena kalah saing dari Pelni.
Dani mengibaratkan kapal-kapal itu lama-lama akan menjadi besi tua karena tidak ada yang mau pakai. Harga kapal-kapal tersebut berkisar dari Rp 6 miliar yang paling murah sampai dengan Rp 18 miliar, rata-rata yang beroperasi bernilai Rp 10 miliar. “Load factor yang tadinya 75 persen sekarang tinggal 20 persen sampai 30 persen saja,” katanya.
Selain memperlakukan perusahaan pelayaran swasta sama seperti kepada Pelni, ada opsi lain. INSA menilai pemerintah dapat memberikan penugasan berbeda antarkapal pelat merah dan swasta. Pelat merah, misalnya, membawa komoditas beras saja, yang lainnya diserahkan kepada swasta.
Sejauh ini kapal-kapal yang dioperasikan Pelni dalam trayek jalan tol laut kapasitasnya 115 TEUs. Rata-rata lama pengiriman kapal-kapal ini mencapai 21-28 hari dengan kisaran tarif per peti kemas Rp 3,8 juta per boks.
BISNIS