Nelayan etnis Intha berpose dengan berdiri di atas perahunya sambil memegang perangkap ikan di danau Inle, Shan, Myanmar, 19 Desember 2015. Suku yang tinggal di rumah panggung tradisional yang terbuat dari bambu dan kayu ini dalam kesehariannya menggunakan alat transportasi tradisional berupa perahu kecil. AP Photo
TEMPO.CO, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak pemerintah Indonesia mengupayakan pembebasan nelayan asal Sumatera Utara yang ditangkap Kepolisian Maritim Malaysia. "Menteri Luar Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Duta Besar Indonesia untuk Malaysia agar memberikan bantuan hukum untuk pembebasan," kata Wakil Sekretaris Jenderal KNTI Niko Amrullah dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, 4 Februari 2016.
Nico memaparkan, para nelayan asal Sumatera Utara itu ditangkap polisi Malaysia pada 30 Januari 2016. Polisi Negeri Jiran itu menggunakan kapal bernomor lambung 3225. Sedangkan nelayan yang ditangkap terdiri atas satu nakhoda dan empat anak buah kapal. Mereka berlayar menggunakan kapal 5 GT dari Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. "Kami juga mendesak Presiden Jokowi melayangkan nota protes," kata Niko.
Penangkapan itu dinilai telah melanggar kesepakatan bersama antara Republik Indonesia dan Malaysia, seperti tercantum dalam "Memorandum of Understanding Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies", yang ditandatangani di Bali, 27 Januari 2012.
Berdasarkan MOU tersebut, apabila ada nelayan tradisional Indonesia atau Malaysia yang melanggar batas kedaulatan, tindakan yang dilakukan bukan penangkapan. Polisi seharusnya mengawal kapal tradisional tersebut untuk kembali ke perairan asal negara masing-masing. "Tidak ada hukuman yang dijatuhkan oleh kedua belah pihak terhadap nelayan tradisional, terkecuali yang melakukan illegal fishing maupun menggunakan bahan peledak dan bahan kimia berbahaya," kata Niko.
Ketua KNTI Wilayah Sumatera Utara Tajruddin Hasibuan menjelaskan, pelanggaran atas MOU tersebut juga berarti melanggar Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 Pasal 51 ayat 1, yang berisi kewajiban negara-negara kepulauan untuk melindungi dan menghormati perairan yang merupakan wilayah tangkap bagi nelayan tradisional.
Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih
12 hari lalu
Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.