Buruh di pabrik pengolahan kayu asal Jepang PT. NYP Wood Work Purbalingga sedang mengolah kayu pinus menjadi Hamamoko Ita, Kamis (17/3). Perusahaan tersebut mengekspor produknya ke Jepang. Mereka berkomitmen untuk tidak menarik investasinya dari Purbalingga. TEMPO/Aris Andrianto
TEMPO.CO, Lumajang - Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Lumajang, Agus Eko mengatakan industri kayu olahan sebagai yang paling siap dalam era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) saat ini. "Industri kayu olahan sebelum MEA malah sudah ekspor dan tembus ke pasar Asia," kata Agus, Senin, 25 Januari 2016.
Omset industri kayu olahan setiap tahunnya sangat besar. Data yang diperoleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupayen Lumajang menyebutkan, pada 2015 kemarin sampai triwulan ketiga nilai ekspor Rp 185 miliar. Sedangkan untuk perdagangan dalam negeri lebih besar lagi yakni mencapai omset 265 miliar.
"Ekspor terbesar adalah ke Cina. Berikutnya ke Korea dan Jepang," katanya. Agus mengatakan ada 19 perusahaan kayu olahan di Kabupaten Lumajang yang sudah menembus pasar ekspor. Dan lebih dari 50 perusahaan kayu olahan kelas kecil dan menengah. Produk yang diekspor cukup beragam mulai dari barecore atau lapisan plywood serta beragam jenis lainnya.
Kesiapan industri kayu olahan di Lumajang dalam menghadapai MEA ini karena tidak lepas dari dari usaha dari perusahaan yang relatif lebih mendahului dalam membuka trend kayu dibanding daerah lain. "Seperti perusahaan penggergajian kayu atau perusahaan yang mengolah kayu, Lumajang lebih mendahului dibandingkan Jember, Probolinggo atau Banyuwangi," katanya.
Sehingga sampai saat ini, perusahaan pengolahan kayu yang besar adanya di Lumajang. Selain itu, Lumajang tanahnya juga sangat subur sehingga kaya akan bahan baku. "Tetapi tidak untuk sekarang, karena ternyata para pengusaha kayu sekarang sudah mulai mengambil dari daerah lain. Kayu Sengon yang terutama," kata Agus menambahkan.
Baru-baru ini, kata Agus, pihaknya sempat kedatangan tim konsultan dari Cina. "Sempat kami ajak berkunjung ke salah satu perusahaan kayu, dan mereka tertarik," katanya. Konsultan ini sudah bekerja sama dengan Pemerintah Jawa Timur. Pertumbuhan investasi industri kayu olahan juga dinilai positif. "Informasi yang kami tangkap perusahaan yang berdiri pada 2014, ada dua perusahaan di Kunir dan Karanganom, perusahaan pemodal asing," katanya.
Karena itu, dia optimis kalau perusahaan kayu olahan masih mampu bersaing di MEA. Memang, kata dia, masih ada keluhan terutama pada bahan baku. "Semoga tidak sulit bahan bakunya. Karena sempat sulit situasinya pada 2014," katanya.