Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menjawab pertanyaan dalam acara temu wicara bersama wartawan di rumah dinas, Jakarta, 25 November 2015. Tempo/ Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mendesak Presiden Joko Widodo melaksanakan sarannya agar PT Freeport Indonesia membayar 7 persen dari pendapatan tahunannya. "Ini sebagai kompensasi karena selama ini yang dibayarkan hanya sebesar 1 persen selama puluhan tahun," kata Rizal Ramli dalam acara Dialog Kebangsaan di Hotel Bidakara, Kamis, 14 Januari 2016.
Rizal Ramli berkelakar Freeport bisa saja tidak mematuhi kewajiban tersebut. "Karena mereka tahu betul pejabat di Indonesia sangat mudah untuk disuap," katanya. "Mereka akan berpikir, cincaylah buat Indonesia, mah," kata Rizal.
Rizal juga mengkritik UU Minerba yang mewajibkan semua usaha pertambangan membuat smelter untuk pengolahan bijih mineral mentah. "Itu adalah undang-undang yang tidak masuk akal dan kurang cerdas," katanya. Di Indonesia, kata Rizal Ramli, hanya ada tujuh pertambangan yang memenuhi syarat untuk membangun smelter.
Di bagian lain, Rizal menyindir penguasa yang merangkap sebagai pengusaha. Meski keduanya merupakan pekerjaan mulia, kata dia, penggabungan dwifungsi akan jadi malapetaka. "Itu pengkhianatan terhadap reformasi," tutur Rizal Ramli.
Ramli juga menantang Freeport jika mereka benar-benar berencana membangun smelter dan PLTA. Ramli berujar, Freeport bisa langsung menyerahkan surat perjanjian tersebut dan ia tidak akan ragu-ragu menandatanganinya.
"Namun yang bersangkutan memerintahkan salah satu menteri, menteri kebelinger, memerintahkan negosiasi, mulai dari royalti, smelter, hingga saham, si kebelinger itu langsung perpanjangan kontrak. Untung ketahuan sama Rajawali ngepret. Kalau enggak, si tikus-tikus sudah pesta," kata Rizal Ramli.