Pekerja tengah membongkar muatan beras di gudang Bulog, Kelapa Gading, Jakarta, 4 September 2015. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan kemungkinan impor beras dari Pakistan masih sebatas pembicaraan memorandum of understanding (MoU). MoU dapat dijadikan dasar ketika transaksi antar-pemerintah dilakukan.
"Dengan Pakistan sampai sekarang masih dalam bentuk MoU, kalau sewaktu-waktu Bulog mau melakukan transaksi, bisa didasari MoU tersebut," kata Djarot di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, 14 Januari 2016.
Menurut Djarot, harga beras dunia fluktuatif dari satu negara ke negara lain. "Misal beras Vietnam beberapa bulan lalu harganya terendah, tetapi bulan ini harganya lebih tinggi dari Thailand," kata dia.
Djarot berujar, ada dinamika yang harus dihadapi bersama. "Kalaupun harus melakukan negosiasi harus ada tim yang punya pengetahuan dan komitmen."
Djarot mengatakan kebutuhan impor hingga Maret 2016 sebesar 1,5 juta ton. Saat ini masih akan dilakukan pendalaman terhadap kebutuhan stok beras tersebut. Artinya untuk 2016 ini masih sekitar 700 ribu ton. sisa dari perhitungan lama.
"Intinya pemerintah ingin menyiapkan cadangan yang memadai. Sehingga kalau ada el nino yang menyebabkan produksi drop, masih bisa terkendali," kata Djarot.
Kementerian Pertanian, juga masih berupaya menyuplai stok beras dari dalam negeri. "Percepatan (tanam) yang pertama belum mampu mengatasi perubahan cuaca. Kalau upaya manusiawi sudah dilakukan," Djarot berujar.
Beras SPHP Naik, Pengamat: Perlu Penyesuaian Agar Disparitas Harga Tak Jauh
1 hari lalu
Beras SPHP Naik, Pengamat: Perlu Penyesuaian Agar Disparitas Harga Tak Jauh
Pemerintah melalui Perum Bulog menaikkan harga eceran tertinggi atau HET untuk beras SPHP, dari Rp10.900 menjadi Rp12.500 per kilogram sejak 1 Mei 2024