CSIS: Bergabung Blok Dagang TPP Untungkan Indonesia  

Reporter

Sabtu, 21 November 2015 15:05 WIB

Sebuah kapal kontainer bersandar di dekat dermaga pelabuhan Tanjung Priok. Terlihat ratusan peti kemas berada di dalam pelabuhan Tanjung Priok. Jakarta, 3 Agustus 2015. Dimas Ardian/Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Ekonomi Center For Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai penting bagi Indonesia bergabung dengan blok perdagangan bebas Trans Pacific Partnership (TPP). Dengan bergabung di TPP, Indonesia bisa mendapatkan pasar lebih luas dan dan menarik investor asing maupun dalam negeri. "Kalau tidak bergabung, Indonesia akan tertinggal," kata Rizal dalam diskusi untung-rugi gabung TPP di Jakarta, Sabtu, 21 November 2015.

Rizal berpendapat bila tidak bergabung maka Indonesia akan tersaingi dengan Vietnam. Dengan gabung TPP maka bea masuk ke Vietnam jauh lebih rendah 20-25 persen dari Indonesia. Sebab itu sejak dua-tiga tahun lalu investasi yang seharusnya masuk ke Indonesia jadi berbelok arah. "Vietnam ini ancaman yang nyata," ujarnya. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang bisa tergerus oleh Vietnam.

Karena itu pemerintah perlu memberikan fasilitas dan kemudahan bagi investor. Dengan bergabung TPP, maka Indonesia akan memiliki mekanisme investasi yang baik, sebab ada tekanan pada pemerintah untuk terus-menerus memperbaiki sistem investasi. "Jadi pemerintah tidak bisa tenang-tenang saja," tuturnya.

Senada dengan Rizal, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Nawir Mesi mengatakan yang paling utama bila ingin bergabung dengan TPP, maka perlu pembenahan birokrasi. Sebab kebijakan yang ada dianggap melemahkan daya saing dan kompetisi dunia usaha Indonesia.

Nawir mencontohkan, persoalan tanah terkait dengan hak guna usaha Indonesia sudah tertinggal jauh dengan Vietnam yang memberikan konsensi hingga seratus tahun. Sedangkan Indonesia masih berkutat di angka 30 tahun dan tanpa kejelasan ekspansi dapat dilakukan. "Bukan pengusaha yang harus disiapkan, tetapi benahi kebijakan yang menghambat daya saing," tuturnya.

Menurut guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Anwar Nasution, dengan bergabung TPP dapat menurunkan biaya masuk dan memangkas hambatan nontarif sehingga meningkatkan perdagangan industri pertanian dan manufaktur.

Pengamat dari Populi Center, Niko Harjanto, berpendapat, keuntungan bergabung di TPP, selain keuntungan bisnis, juga menguntungkan politik Indonesia. Sebab dengan mengikuti forum-forum persetujuan internasional, politik Indonesia dipaksa lebih akuntanbilitas dan transparan. "Jadi bebas sogok-menyogok dan sebagainya," ujarnya.

AHMAD FAIZ IBNU SANI

Berita terkait

Quick Count yang Ditunggu Usai Pencoblosan Pemilu 2024, Begini Aturannya

4 Februari 2024

Quick Count yang Ditunggu Usai Pencoblosan Pemilu 2024, Begini Aturannya

Menjelang Pemilu 2024, akan mulai bermunculan lembaga quick count atau hitung cepat perolehan suara paslon. Berikut penjelasan dan mekanismenya

Baca Selengkapnya

Jokowi Giat Bagi-bagi Bansos ke Beberapa Daerah Jelang Pemilu 2024, Begini Kata CSIS

24 Januari 2024

Jokowi Giat Bagi-bagi Bansos ke Beberapa Daerah Jelang Pemilu 2024, Begini Kata CSIS

Jokowi giat bagi-bagi bansos menjelang Pemilu 2024. Ke daerah mana saja dibagikan? Begini kata CSIS, ada kaitannya dengan Pemilu 2024?

Baca Selengkapnya

Ramai-ramai Respons Soal Gibran Sebut Keberhasilan Food Estate Singkong di Kabupaten Gunung Mas

23 Januari 2024

Ramai-ramai Respons Soal Gibran Sebut Keberhasilan Food Estate Singkong di Kabupaten Gunung Mas

Sejumlah pihak menanggapi pernyataan Calon wakil presiden nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka yang mengatakan program food estate singkong tak semuanya gagal.

Baca Selengkapnya

Walhi-Greenpeace-CSIS Respons Klaim Gibran soal Food Estate Gunung Mas Berhasil

23 Januari 2024

Walhi-Greenpeace-CSIS Respons Klaim Gibran soal Food Estate Gunung Mas Berhasil

Klaim Gibran soal keberhasilan food estate Gunung Mas menuai respons dari Walhi, Greenpeace, dan CSIS. Begini kata mereka.

Baca Selengkapnya

CSIS Tanggapi Klaim Gibran tentang Keberhasilan Food Estate: Itu Sawah Palsu

22 Januari 2024

CSIS Tanggapi Klaim Gibran tentang Keberhasilan Food Estate: Itu Sawah Palsu

CSIS menilai klaim keberhasilan food estate yang disampaikan Gibran tidak sesuai fakta. Sebab sebagian besar proyek tersebut gagal karena dipaksakan.

Baca Selengkapnya

Gibran Tanya Cara Cegah Greenflation, Peneliti CSIS Beberkan Jurusnya

22 Januari 2024

Gibran Tanya Cara Cegah Greenflation, Peneliti CSIS Beberkan Jurusnya

Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafritandi mengatakan ada sejumlah cara mencegah greenflation.

Baca Selengkapnya

Prabowo Puji Gibran Paham Ekonomi Usai Debat Cawapres dengan Tema Lingkungan Hidup, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat

22 Januari 2024

Prabowo Puji Gibran Paham Ekonomi Usai Debat Cawapres dengan Tema Lingkungan Hidup, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat

Prabowo sebut Gibran menguasai pemahaman ekonomi, tetapi tema debat sebenarnya tentang lingkungan hidup, pangan, agraria, masyarakat adat.

Baca Selengkapnya

Dosen Monash University Indonesia: Sebagai Pengguna Medsos Terbesar di Asia Tenggara, Waspada Propaganda Partisipatif

22 Januari 2024

Dosen Monash University Indonesia: Sebagai Pengguna Medsos Terbesar di Asia Tenggara, Waspada Propaganda Partisipatif

Dosen senior Monash University Indonesia, Ika Idris, mengatakan Indonesia tercatat sebagai pengguna medsos terbesar di Asia Tenggara harus waspada.

Baca Selengkapnya

CSIS: Semua Paslon Tak Kuasai Isu Hubungan Internasional

9 Januari 2024

CSIS: Semua Paslon Tak Kuasai Isu Hubungan Internasional

CSIS menilai semua paslon tidak begitu menguasai isu hubungan internasional.

Baca Selengkapnya

7 Lembaga Survei Terkenal di Indonesia Beserta Pemiliknya

6 Januari 2024

7 Lembaga Survei Terkenal di Indonesia Beserta Pemiliknya

Terdapat beberapa lembaga survei di Indonesia yang telah memiliki nama terkenal baik di kalangan politisi Indonesia maupun masyarakat.

Baca Selengkapnya