Kemarau, Tenaga Kerja Sektor Pertanian Anjlok 18 Persen

Reporter

Kamis, 5 November 2015 22:18 WIB

Lahan pertanian di tengah kota, di Cempaka Putih, Jakarta, 1 Juni 2015. Menurut Badan Pusat Statistik, petani yang beralih profesi mencapai 500 ribu rumah tangga setiap tahun. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Bandung - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian di Jawa Barat. “Terjadi penurunan signifinan di lapangan usaha pertanian sekitar 725 ribu orang, atau turun 18,99 persen,” kata Kepala Bidang Statistis Sosial BPS Jawa Barat Dyah Anugrah Kuswardani di Bandung, Kamis, 5 November 2015.

BPS mencatat penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada Agustus 2015 hanya 3,09 juta orang, setahun sebelumnya pada Agustus 2014 3,82 juta orang. Jumlah penyerapannya juga masih lebih rendah dibandingkan serapan tenaga kerja sektor pertanian pada Agustus 2013 yang mencapai 3,8 juta orang.

Menurut Dyah, sektor pertanian sendiri berada di urutan tiga besar penyerap tenaga kerja di Jawa Barat. Dari 18,79 juta orang penduduk yang bekerja, 16,47 persen berada di sektor pertanian. Sektor usaha perdagangan yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Jawa Barat yakni mengambil porsi 27,15 persennya, disusul sektor industri 21 persen.

Dyah mengatakan, BPS menduga penurunan serapan tenaga kerja di sektor pertanian yang dipotret pada Agustus 2015 itu akibat pengaruh kemarau panjang yang menyebabkan luas panen turun. “Sekarang ini agak lebih tinggi karena kemarau,” kata dia.

Menurut Dyah, tenaga kerja yang asalnya bekerja di sektor pertanian mayoritas beralih ke sektor lain. BPS mendapati serapan tenaga kerja sektor usaha lainnya mayoritas naik. Tertinggi misalnya di sektor lapangan usaha pedagangan naik 3,54 persen atau setara 174, 5 ribu orang. Hanya dua yang mencatatkan penurunan penyerapan tenaga kerja, selain sektor pertanian, lainnya sektor jasa kemasyarakatan perseorangan, turun 245 ribu orang, menjadi 3 juta orang di bulan Agusgtus 2015.

Dyah mengatakan, penurunan serapan tenaga kerja di sektor pertanian itu berimbas pada turunnya jumlah penduduk bekerja di Jawa Barat. BPS mendapati, jumlah penduduk bekerja di Jawa Barat Agustus 2015 hanya 18,79 juta orang, sementara pada Agustus 2014 jumlahnya 19,23 juta orang. “Mereka yang bekerja mengalami penurunan hampir 440 ribu orang,” kata dia.

Menurut Dyah, saat membedah hasil survei BPS, diperoleh mayoritas tenaga kerja sektor pertanian yang pria memilih bekerja di tempat lain, sementara tenaga kerja perempuan di sektor itu memilih tidak bekerja. “Setelah tidak bekerja, tenaga kerja perempuan ini dominan menjadi ibu rumah tangga,” kata dia.

Dyah mengatakan, sebagian tenaga kerja sektor pertanian juga tercatat sebagai penganggur. BPS mencatat jumlah pengangguran di Jawa Barat dalam setahun ini naik 19.678 orang. BPS mencatat jumlah pengaguran pada Agustus 2015 mencapai 1,794 juta orang, sementara pada Agustus 2014 jumlah pengangguran 1,775 juta orang.

BPS mencatat komposisi penduduk bekerja paling banyak berstatus sebagai karyawan atau buruh yakni 46,24 persen setara 8,69 juta orang. Selebihnya berusaha sendiri 3,4 juta orang (18,15 persen), dan bekerja bebas 2,75 juta orang (14,64 persen). Jumlah pekerja yang statusnya dibantu buruh tetap menempati porsi terkecil yakni 633 ribu orang (3,37 persen).

Awal bulan ini, BPS merilis Angka Ramalan (ARAM) II produksi padi Jawa Barat 2015, yakni hanya 11.76.917 ton Gabah Kering Giling atau setara 7.012.398 ton beras. “Mengalami penurunan 4,02 persen dibandingkan tahun 2014,” kata Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Jawa Barat Ruslan saat dihubungi Tempo, Senin, 2 November 2015.

Ruslan mengatakan kondisi kekeringan menjadi penyebab penurunan produksi padi Jawa Barat tahun ini. “Produksi padi Januari sampai April bagus, pada Mei-Agustus mulai terjadi bencana kekeringan yang berdampak luas terhadap produksi,” katanya.

Menurut Ruslan, sepanjang Mei-Agustus tahun ini, dari 122 ribu hektare lahan sawah yang mengalami kekeringan, sedikitnya 42 ribu hektare mengalami puso atau gagal panen. "Produksi padi Jawa Barat masih tertolong dengan naiknya provitas padi hingga 2 persen."

BPS memperkirakan luas panen tahun ini 1,85 juta hektare, turun 6,47 persen setara 128 ribu hektare dibandingkan dengan luas tanam 2014 seluas 1,979 juta hektare. Sementara produktivitas padi naik 2,62 persen. “Produktivitas naik, tapi penurunan luas panen tidak bisa terhindarkan dampak kekeringan,” katanya.

Ruslan menambahkan, luas tanam padi pada periode September-Desember 2015 juga tidak sebagus tahun lalu. “Sekarang, posisi September-Oktober masih kekeringan, enggak ada yang tanam. Kalau ditanam juga, produksinya akan bergeser dan masuk produksi tahun depan,” kata dia.

Produksi padi Jawa Barat tiga tahun terakhir terus turun. Pada 2013, produksi padi menembus 12,08 juta ton GKG setara 7,58 juta ton beras. Tahun 2014 turun menjadi 11,64 juta ton GKG setara 7,31 juta ton beras. Sementara pada 2015 ini, produksi padi diperkirakan hanya 11,18 juta ton GKG setara 7,01 juta ton beras.

AHMAD FIKRI

Berita terkait

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

9 jam lalu

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

Pemerintah diminta untuk mengantisipasi potensi menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme

18 jam lalu

Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme

Presiden Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen di kuartal pertama tahun ini patut disyukuri.

Baca Selengkapnya

Wakil Sri Mulyani Harap Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen Bisa Gaet Investor

1 hari lalu

Wakil Sri Mulyani Harap Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen Bisa Gaet Investor

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara angka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024 bisa menjadi basis.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

1 hari lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat dalam penutupan perdagangan hari ini ke level Rp 16.025 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2024 Tumbuh, Tertinggi Sejak 2015

1 hari lalu

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2024 Tumbuh, Tertinggi Sejak 2015

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2024 yang tercatat 5,11 persen secara tahunan

Baca Selengkapnya

Braga Free Vehicle Akhir Pekan ini di Bandung, Begini Tata Tertib Pengunjung dan Lokasi Parkir

3 hari lalu

Braga Free Vehicle Akhir Pekan ini di Bandung, Begini Tata Tertib Pengunjung dan Lokasi Parkir

Pengunjung atau wisatawan di jalan legendaris di Kota Bandung itu hanya bisa berjalan kaki karena kendaraan dilarang melintas serta parkir.

Baca Selengkapnya

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

3 hari lalu

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

Pemerintah Kota Bandung ingin menghidupkan kembali Jalan Braga yang menjadi ikon kota sebagai tujuan wisata.

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

5 hari lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

5 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Trenggono Sebut Perbankan Ogah Danai Sektor Perikanan karena Rugi Terus

8 hari lalu

Trenggono Sebut Perbankan Ogah Danai Sektor Perikanan karena Rugi Terus

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa sektor perikanan kurang mendapat dukungan investasi dari perbankan. Menurut dia, penyebabnya karena perbankan menghindari resiko merugi dari kegiatan investasi di sektor perikanan itu.

Baca Selengkapnya