TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan mewajibkan penggunaan label dalam bahasa Indonesia pada setiap kemasan produk yang dijual di dalam negeri. "Kami lakukan ini dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional," ujar Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo, di Jakarta, Senin, 2 November 2015.
Widodo mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2013 dinilai sudah tidak relevan. Dan kini, dideregulasi dengan Permendag Nomor 73 Tahun 2015 tentang kewajiban mencantumkan label berbahasa Indonesia.
"Dulu, batasnya pas barang masuk pabean. Sekarang saat barang diperdagangkan di pasar, harus pakai label Indonesia," ujar Widodo. Informasi tentang asal produk pun diubah, diharuskan detail. Jika sebelumnya informasi hanya ada lokasi kota pelaku usaha, kini harus dilengkapi alamat jelas.
Selain itu, jika sebelumnya kewajiban mencantumkan label berbahasa Indonesia hanya untuk importir dan produsen, kini dengan adanya Permendag yang baru, kewajiban itu juga berlaku bagi pedagang dan pengumpul.
Penguatan pengawasan ini dilakukan Kementerian Perdagangan untuk melindungi konsumen Indonesia. Sebab, label dengan bahasa asing membuat konsumen tidak memiliki pengetahuan tentang produk yang mereka beli.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menderegulasi kebijakan pengawasan produk SNI untuk melindungi konsumen. "Kami menderegulasi kebijakan supaya semua produk sesuai SNI," ujar Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo.
Deregulasi terkait dengan pengawasan barang SNI termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 72 Tahun 2015. Di dalamnya, memuat perubahan ketiga atas Permendag RI Nomor 14 Tahun 2007 tentang standardisasi jasa bidang perdagangan dan SNI wajib terhadap barang dan jasa yang diperdagangkan.