BI: Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$ 303,2 Miliar
Editor
Setiawan Adiwijaya
Senin, 19 Oktober 2015 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2015 tercatat mengalami penurunan sebesar US$ 0,7 miliar menjadi US$ 303,2 miliar. “Penurunan terjadi di kedua sektor, baik sektor publik maupun sektor swasta,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara dalam keterangan tertulis, Senin, 19 Oktober 2015.
Penurunan utang pemerintah membuat total ULN sektor publik turun US$ 0,5 miliar. Sedangkan penurunan utang bank menjadikan total ULN sektor swasta turun US$ 0,1 miliar, sehingga pangsa ULN sektor swasta tercatat sebesar 55,8 persen atau US$ 169,3 miliar, lebih besar dari ULN sektor publik sebesar 44,2 persen atau US$ 134 miliar.
Adapun berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang mendominasi hingga 85,2 persen dari keseluruhan. Utang jangka panjang tersebut didominasi sektor publik sebesar 50,7 persen. Sebaliknya untuk utang jangka pendek didominasi sektor swasta sebesar 93,7 persen.
Secara keseluruhan pertumbuhan ULN jangka panjang pada Agustus 2015 sebesar 5,3 persen (year on year/yoy) atau lebih rendah dari posisi sebelumnya pada Juli 2015 sebesar 5,5 persen (yoy). Kemudian untuk jangka pendek pertumbuhannya masih mengalami kontraksi sebesar -3,1 persen (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terkonsentrasi pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambahan serta listrik, gas, dan air bersih dengan total pangsa mencapai 76,2 persen. Sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami peningkatan jumlah ULN. Sektor keuangan dan sektor industri pengolahan tercatat melambat, sedangkan sektor pertambangan masih mengalami kontraksi.
“Perkembangan utang luar negeri Agustus 2015 masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian,” kata Tirta.
Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan posisi ULN, khususnya sektor swasta. Menurut Tirta, hal ini dimaksudkan agar skema utang ini dapat berperan optimal untuk mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan dampak yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi.
GHOIDA RAHMAH
Baca juga:
Duh, Kalla Mau Evaluasi KPK, Terlalu Banyak Tangkap Orang?
PDIP Siaga, PAN Diajak Bicara: Ada Reshuffle Kabinet?