Sejumlah botol minuman keras yang dijual di salah satu minimarket di Jakarta, 22 Januari 2015. Menteri perdagangan telah mengeluarkan peraturan tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan rencana Dewan Perwakilan Rakyat yang ingin segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol harus dibatalkan. Sebab, jika RUU itu disahkan, merupakan bentuk krimanilasi terhadap industri minuman beralkohol.
"Itu sama saja bentuk pemidanaan terhadap industri minuman beralkohol," kata Anggara, dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Oktober 2015.
Anggara mengatakan lahirnya RUU itu juga lantaran ada kepentingan suatu pihak tertentu. Namun, tidak dilihat secara masif dampak apabila RUU itu disahkan. "Seperti nanti adanya pendapatan negara yang menurun dari industri minuman beralkohol karena dari minuman itu pendapatan negara cukup besar.".
Sebelumnya, fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol. Beleid itu mengatur soal pelarangan total terhadap produksi, perdagangan, sampai konsumsi minuman beralkohol.
RUU itu masih dimatangkan di Badan Legislatif. Beleid Larangan Minuman Beralkohol itu terdiri dari 7 bab isi, 1 bab penutup, dan 22 pasal. Jika RUU ini disahkan, produksi dan penjualan segala jenis minuman beralkohol akan diatur sangat ketat.