TEMPO.CO , Jakarta: Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan nilai tukar rupiah yang melemah hingga 13.300 masih mencerminkan nilai fundamental ekonomi. Sofyan mengatakan pemerintah tak ingin rupiah terlalu kuat atau terlalu lemah. Nilai tukar mata uang sebuah negara, kata Sofyan adalah refleksi dari inflasi.
Pelemahan rupiah ini, kata dia diakibatkan dari faktor eksternal yang di luar kontrol pemerintah. Pemerintah bisa mengupayakan untuk mengendalikan faktor internal yakni mempercepat pembangunan infrastruktur, perbaiki regulasi, percepat program, permudah investasi, dan melakukan terobosan guna meningkatkan ekspor.
“Tapi itu perlu waktu, faktor eksternal juga lagi tak bersahabat kan,” kata Sofyan di kantornya, Jumat, 12 Juni 2014. Sofyan mengatakan pada Kuartal I, eksekusi anggaran memang terlambat karena adanya perubahan nomenklatur. Maka Kuartal II pada bulan Mei dan Juni meningkatnya cukup signifikan.
Menurut Sofyan, pemerintah akan mendorong infrastruktur guna menciptakan lapangan kerja. Selain itu juga menyelesaikan masalah infrastruktur listrik adalah syarat mutlak jika ingin investasi tumbuh.
Tumbuhnya investasi kemudian diharapkan akan memperbaiki pertumbuhan ekonomi. Namun hasilnya tak bisa langsung dinikmati, iklim investasi akan diperbaiki dalam satu tahun. Dengan cara memperbaiki perizinan dan regulasi. “Dengan menciptakan iklim investasi, investasi masuk, investor bawa uang,” kata Sofyan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pelemahan rupiah dan menurunnya cadangan devisa saat ini masih terkendali. Bambang mengatakan Indonesia belum perlu melakukan kebijakan khusus seperti merevisi undang-undang bebas devisa misalnya. “Sekarang kita harus atur kekuatan dengan kondisi yanga ada dulu saja,” kata Bambang.