TKI Masih Jadi Korban Perdagangan Manusia di Cina
Editor
Rully Widayati
Senin, 11 Mei 2015 13:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar RI untuk Cina merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo memperkirakan jumlah warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia di Cina sangat banyak. "Saya percaya ini seperti puncak gunung es, tinggal tunggu waktu meledak," katanya di Beijing, Cina, Senin 11 Mei 2015, terkait masih adanya WNI yang menjadi tenaga kerja ilegal di Cina daratan.
Soegeng mengatakan sejak Januari 2015 mereka telah memulangkan sekitar 40 orang WNI yang bekerja secara ilegal di Cina. Padahal, pemerintah Cina tidak mengijinkan adanya buruh migran di wilayahnya, kecuali di Hong Kong dan Makau.
Ia mengungkapkan tindak kriminal perdagangan manusia, termasuk yang melibatkan WNI di Cina daratan, sulit diselesaikan secara tuntas. "Ada indikasi baik korban maupun organisasi perdagangan manusia bekerja sama," ujar Soegeng.
Menurut Soegeng, korban terkadang memberikan jawaban yang berbelit-belit ketika ditanya bagaimana dia bisa bekerja di Cina. Mereka juga tidak berterus terang dan berupaya menutup-nutupi informasi, sehingga aparat keamanan juga kesulitan melacak secara tuntas.
Namun, kata Soegeng, mereka terus bekerja sama dengan pemerintah Cina untuk menuntaskan aksi perdagangan manusia tersebut.
Sebagian besar TKI perempuan yang diselundupkan ke Cina menjadi wanita penghibur dan yang pria dijadikan buruh kasar di pabrik atau pelabuhan. Meski telah memulangkan sekitar 40 orang TKI ilegal, jumlah WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Cina daratan masih terus bertambah.
Salah satu korban itu adalah AS, 29 tahun, perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang dipaksa sebagai wanita penghibur di spa dan karaoke di Tangsha, luar kota Beijing. AS dibeli oleh agen di Cina dari agennya di Blitar seharga 15 ribu yuan atau sekitar Rp 30 juta. Perempuan yang pernah dua tahun bekerja di Panasonic, Malaysia tersebut tiba di KBRI Beijing pada Kamis malam, 7 Mei 2015.
"Saya diimingi gaji besar, dua belas juta, kerja di kafe di Cina. Tetapi sampai sini, saya kerja di spa plus-plus dan seminggu kemudian di karaoke selama sebulan. Karena tidak tahan dan ada kesempatan, saya kabur dan melapor ke KBRI," ungkapnya.
Saat tiba di tempatnya bekerja telah ada WNI lain yang telah lama bekerja di spa. "Ketika ada razia, kami berpencar, entah sekarang mereka di mana. Saya bisa lolos razia karena dijamin bos saya. Bos saya memindahkan saya ke KTV, di sana juga sudah ada WNI lain, saat saya kabur mereka sedang bekerja, melayani tamu masing-masing," tutur AS.
Sebagian WNI korban perdagangan manusia ditampung di KBRI Beijing dan rumah penampungan Kantor Keamanan Publik Cina. Pemerintah setempat menetapkan bahwa buruh migran yang telah lebih dari sebulan berada di Cina harus membayar denda 10.000 yuan dan tinggal di rumah penampungan Kantor Keamanan Publik.
Mereka akan dipulangkan setelah menjalani segala proses administrasi hukum serta difasilitasi KBRI, yang, antara lain, dengan penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor bagi TKI yang paspornya disita majikan atau agen.
BISNIS.COM