Seorang karyawan melakukan pekerjaan grafis pada batu mulia, sebelum data fisik batu tercetak dalam sertifikat dan ID card. Surabaya, 24 Februari 2015. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian mengimbau pelaku industri grafika lebih aktif untuk meningkatkan penjualan produk grafika ke pasar global. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Pranata mengatakan, selama ini, industri grafika hanya berkutat dan menunggu pesanan dari luar.
“Kita itu masih selalu mengandalkan job order. Masak, kita selalu nunggu?” ujar Pranata, Kamis, 24 April 2015.
Menurut Pranata, sifat pasif ini akan membuat industri tersebut tak dapat menargetkan pertumbuhan. Pranata memberi contoh, industri kertas yang sudah memiliki pasar tetap akan lebih bisa terukur progresnya.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia Jimmy Juneanto menuturkan nilai penjualan ekspor produk grafika Indonesia memang cukup rendah dibanding negara sekitar yang bisa mencapai miliaran dolar.
Pada 2014, nilai ekspor Indonesia hanya berkisar US$199 juta dengan produk utama buku tulis, kertas kado, kantung kertas, serta kartu ucapan.
Jimmy mengatakan produk-produk ini memang disesuaikan dengan permintaan pembeli. Menurut Jimmy, sebenarnya Indonesia tidak kalah oleh negara lain dalam hal teknologi. Malah lebih unggul dengan ketersediaan bahan baku dan sumber daya manusia.
Yang jadi kendala, menurut dia, adalah regulasi dan fasilitas yang diberikan pemerintah. “Kami berharap pemerintah membantu kita, dalam arti memberikan jalan untuk mendukung kesiapan kita menghadapi MEA,” ucap Jimmy.
Jimmy memberi contoh, pemerintahan Thailand membuat program sepuluh tahun untuk industri grafika. Salah satunya dengan membangun lahan khusus untuk industri grafika yang diberi nama Print City.
Selain itu, banyak insentif yang diberikan pemerintah Thailand bagi pelaku industri, sehingga bisa meningkatkan produktivitas produsen.