TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Tanri Abeng menceritakan ihwal terbentuknya kementerian yang berdiri sejak 1998 tersebut. Krisis ekonomi pada 1997 menjadi salah satu pencetus pendirian kementerian yang menaungi perusahaan pelat merah.
Saat itu, kata Tanri, yang pernah dijuluki 'Manajer Satu Miliar', perbankan secara teknikal sudah mengalami kebangkrutan. "Bayangkan saja saat itu kredit macet atau NPL perbankan mencapai 60 persen," kata Tanri dalam sambutannya saat menghadiri ulang tahun Kementerian BUMN ke-17, di Jakarta, Senin, 13 April 2015.
Hal inilah yang membuat Presiden Soeharto menandatangani perjanjian pinjaman (letter of intent atau LoI) dengan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) senilai US$ 42 miliar. Langkah ini dinilai sebagai satu-satunya cara untuk menyelamatkan keuangan dalam negeri.
Selain menandatangani perjanjian kerja sama, Tanri mengaku saat itu juga sempat dipanggil oleh Soeharto untuk memberikan pandangan mengenai pengelolaan perusahaan milik negara. "Dengan kondisi seperti ini saya diminta masukan bagaimana agar perusahaan negara punya nilai tinggi."
Tiga minggu setelah dipanggil, dia kembali menghadap pada Soeharto. Tantri mengusulkan adanya semacam national holding company untuk sepuluh sektor. Kepada Soeharto, Tanri juga mengusulkan agar perusahaan BUMN bisa keluar dari birokrasi menjadi korporasi. "Saat itu saya justru ditunjuk sebagai Menteri Pendayagunaan BUMN."
Dipakainya nomenklatur pendayagunaan dikarenakan tugas pertama Tanri saat itu melakukan pemberdayaan perusahaan pelat merah.
Saat memberi sambutan di depan menteri BUMN Rini Soemarno, Tanri sempat mempertanyakan hilangnya nomenklatur pendayagunaan. "Tapi enggak apa-apa, yang penting sekarang sudah maju. Sebaliknya, jika tak ada krisis waktu itu mungkin kementerian ini tidak ada."