Blokir Media Radikal, Dasar Hukum Pemerintah Kurang Kuat  

Reporter

Selasa, 31 Maret 2015 10:44 WIB

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo. TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Jakarta - Dianggap menyebarkan faham radikal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi memblokir 19 situs web yang berpaham radikal. Supaya tak menjadi bumerang, pemerintah harus memperjelas kriteria situs yang dianggap radikal.

Pengamat media, Agus Sudibyo, mengatakan bahwa pemblokiran sebuah situs tak bisa dilakukan dengan sembrono. Pemerintah harus mempunyai parameter yang jelas tentang sebutan situs dengan faham radikalisme. Hal itu perlu dilakukan agar pemerintah tak dianggap menyalahgunakan kekuasaan. "Saya sepakat memang beberapa situs tersebut meresahkan, menyebarkan kebencian, tapi penanganannya juga harus hati-hati," kata Agus, kepada Tempo, Selasa, 31 Maret 2015.

Menurut Agus, ada cara lain yang lebih elegan dalam menyelesaikan permasalahan ini, yaitu dengan membawanya ke ranah hukum. Instrumennya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan begitu, langkah pemerintah dinilai akan berdasar hukum lebih kuat. Selain itu, terlapor juga memiliki ruang untuk melakukan klarifikasi. Pemblokiran situs, menurut dia, hanya bentuk solusi jangka pendek.

Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meminta penyelenggara jasa Internet (ISP) untuk memblokir 19 situs yang dianggap menyebarkan paham radikal. Permintaan itu meneruskan surat permintaan BNPT dengan Nomor 149/K.BNPT/3/2015. Walaupun belum benar-benar diblokir, perlawanan para pendukung situs yang dilaporkan oleh BNPT itu sudah terlihat di jagat maya.

Melalui tanda pagar #KembalikanMediaIslam, mereka menyerukan agar pemblokiran tak dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. Bahkan, tanda pagar #RIPOlgaSyahputra yang sempat menduduki puncak trending topic selama dua hari sebelumnya pun tergeser.

Pria yang juga mantan Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers ini menyatakan munculnya tanda pagar #KembalikanMediaIslam merupakan bentuk perlawanan secara spontan dari para pendukung. Kondisi ini tentu tak menguntungkan bagi pemerintah. Langkah regulator untuk menghapuskan paham radikal justru berbuah sebaliknya. "Itu artinya mereka justru menuai simpati."

Ia mengakui bahwa era kebebasan media memang menimbulkan fenomena baru. Kini setiap orang bisa menjadi jurnalis dan berbicara sebagai diri sendiri. Yang masih minim adalah tingkat kedewasaan dan tanggung jawab. "Bebas berbicara di ruang publik, tapi tetap harus ada batasan empati kepada orang lain."

FAIZ NASHRILLAH

Berita terkait

Psikolog Sebut Perlunya Orang Tua Terapkan Aturan Jelas Penggunaan Ponsel pada Anak

11 hari lalu

Psikolog Sebut Perlunya Orang Tua Terapkan Aturan Jelas Penggunaan Ponsel pada Anak

Orang tua harus memiliki aturan yang jelas dan konsisten untuk mendisiplinkan penggunaan ponsel dan aplikasi pada anak.

Baca Selengkapnya

Kominfo Gandeng Tony Blair Institute Antisipasi Kejahatan Artificial Intelligence

16 hari lalu

Kominfo Gandeng Tony Blair Institute Antisipasi Kejahatan Artificial Intelligence

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Tony Blair Institute for Global Change bekerja sama antisipasi kejahatan Artificial Intelligence.

Baca Selengkapnya

Putin Akui Belum Ada Bukti Keterlibatan Ukraina dalam Serangan Teroris Moskow

41 hari lalu

Putin Akui Belum Ada Bukti Keterlibatan Ukraina dalam Serangan Teroris Moskow

Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui bahwa sejauh ini belum ada tanda-tanda keterlibatan Ukraina dalam penembakan di gedung konser Moskow

Baca Selengkapnya

Target Internet Minimal 100 Mbps, Link Net: Kami Pelajari Dulu

30 Januari 2024

Target Internet Minimal 100 Mbps, Link Net: Kami Pelajari Dulu

Link Net masih mempelajari potensi penerapan internet minimal 100 Mbps. Butuh penyesuaian infrastruktur dan harga.

Baca Selengkapnya

Nezar Patria Sebut SE Etika Kecerdasan Artifisial Bisa Lengkapi Aturan yang Sudah Ada

20 Januari 2024

Nezar Patria Sebut SE Etika Kecerdasan Artifisial Bisa Lengkapi Aturan yang Sudah Ada

Nezar Patria mengatakan Surat Edaran (SE) Menkominfo No. 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial bisa melengkapi aturan-aturan yang sudah ada.

Baca Selengkapnya

Kominfo Bahas Potensi Teknologi "BTS Terbang" di Indonesia, Apa Itu?

12 Januari 2024

Kominfo Bahas Potensi Teknologi "BTS Terbang" di Indonesia, Apa Itu?

Teknologi BTS itu diharapkan sebagai solusi untuk pemerataan akses telekomunikasi.

Baca Selengkapnya

Menteri Budi Arie Peringatkan X untuk Segera Memberantas Iklan Judi Online

10 Januari 2024

Menteri Budi Arie Peringatkan X untuk Segera Memberantas Iklan Judi Online

Teguran yang sama juga pernah disampaikan kepada Meta, pemilik Facebook dan Instagram untuk membersihkan iklan judi online.

Baca Selengkapnya

Budi Arie Sebut Pemerintah Sediakan Master Plan Percepatan Gov-Tech

4 Januari 2024

Budi Arie Sebut Pemerintah Sediakan Master Plan Percepatan Gov-Tech

Budi Arie sebut pemerintah menyediakan master plan atau perencanaan utama dan mock up percepatan pembangunan Portal Layanan Publik Digital Nasional.

Baca Selengkapnya

Kominfo Rilis Surat Edaran Etika AI: Tunduk pada UU ITE dan UU PDP

23 Desember 2023

Kominfo Rilis Surat Edaran Etika AI: Tunduk pada UU ITE dan UU PDP

Dalam surat edaran ini, terdapat beberapa poin kebijakan. Diantaranya nilai etika AI.

Baca Selengkapnya

Starlink Belum Dapat Izin di Indonesia, Budi Arie: Bukan Soal Elon Musk Dukung Israel

1 Desember 2023

Starlink Belum Dapat Izin di Indonesia, Budi Arie: Bukan Soal Elon Musk Dukung Israel

Budi Arie Setiadi menegaskan sikap Pemerintah Indonesia yang belum memberikan izin untuk Starlink menjadi penyelenggara telekomunikasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya