TEMPO.CO, Jakarta: Pelemahan nilai rupiah terhadap dolar bukan disebabkan krisis. Salah satu penyebab loyonya rupiah adalah karena fundamental ekonomi Indonesia yang buruk.
Ekonom Fauzi Ichsan mengatakan pelemahan nilai rupiah saat ini berbeda dengan situasi pada 1997 dan 2008. Saat itu pelemahan rupiah disebabkan karena faktor krisis, rupiah melemah dengan waktu yang relatif cepat. Saat krisis terlewati rupiah dengan cepat pula bergerak ke titik keseimbangannya.
"Saat ini pelemahan rupiah terjadi secara gradual tapi pasti," kata Fauzi sambil menunjukkan grafik volatilitas rupiah dalam kurun 20-an tahun di seminar Market Oulook 2015, Sabtu, 14 Maret 2015, di Djakarta Theater, Jakarta. "Pelemahan rupiah saat ini terjadi bukan karena krisis tapi karena faktor fundamental yang buruk."
Faktor fundamental yang dimaksud Fauzi adalah besarnya defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia. Nilai impor Indonesia jauh lebih besar ketimbang nilai ekspor. Ini yang membuat besarnya permintaan dolar di dalam negeri.
Fauzi memperkirakan, meskipun dalam jangka pendek rupiah bisa terus melemah hingga ke level 13.500, namun dalam jangka panjang di akhir tahun, nilai rupiah akan mencapai keseimbangan baru, yakni Rp 13 ribu per dolar Amerika Serikat.
Menurut Fauzi, ini bisa terjadi jika delapan paket kebijakan fiskal pemerintah berdampak positif di semester II 2015 dan Bank Indonesia melakukan moneter korektif untuk memperkuat kurs rupiah. Kebijakan BI itu adalah mengintervensi pasar valuta asing dengan melepas cadangan devisa Bank Indonesia secara besar-besaran.
AMIRULLAH
Berita terkait
Kepala Perwakilan BI Solo Sebut Kendala-kendala yang Masih Dihadapi UMKM
18 jam lalu
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus konsisten menerapkan kualitas hasil produksi jika ingin bisa bertahan di tengah dinamika ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi
1 hari lalu
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyatakan pihaknya terus memperkuat sinergi dan mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.
Baca SelengkapnyaBI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen
2 hari lalu
Survei BI mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer triwulan I 2024 tetap naik, tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial triwulan I 2024 sebesar 1,89 persen
Baca Selengkapnya6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global
2 hari lalu
Rupiah melemah dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, apa saja?
Baca SelengkapnyaSurvei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat
5 hari lalu
Survei Konsumen Bank Indonesia atau BI pada April 2024 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat.
Baca SelengkapnyaPerkuat Transaksi Mata Uang Lokal, BI dan Bank Sentral UEA Jalin Kerja Sama
6 hari lalu
Gubernur BI dan Gubernur Bank Sentral UEA menyepakati kerja sama penggunaan mata uang lokal untuk transaksi bilateral.
Baca SelengkapnyaTerpopuler: Deretan Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis hingga Lowongan Kerja BTN
8 hari lalu
Berita terpopuler ekonomi dan bisnis pada Kamis, 9 Mei 2024, dimulai dari deretan masalah dari Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis atau PPDS.
Baca SelengkapnyaRamai di X Bayar Tunai Ditolak Kasir, BI Buka Suara
9 hari lalu
Bank Indonesia mendorong aktivitas bayar tunai, namun BI mengimbau agar merchant tetap bisa menerima dan melayani pembayaran tunai
Baca SelengkapnyaAliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI
9 hari lalu
Kenaikan suku bunga acuan atau BI rate menarik aliran modal asing masuk ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaBank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR
10 hari lalu
Bank Danamon Indonesia belum berencana menaikkan suku bunga KPR meski suku bunga acuan BI naik menjadi 6,25 persen
Baca Selengkapnya