TEMPO.CO , Jakarta: Analis dari PT First Asia Capital, David Sutyanto, menilai depresiasi kurs rupiah akan semakin membuat produsen baja terbesar di Indonesia, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. atau KRAS, tertekan. Sebab, sampai saat ini Krakatau Steel masih mengimpor bahan baku untuk biji besi.
“Kinerja juga terus menurun,” ujar Davis saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 Maret 2015.
Menurut David, Krakatau Steel harus mengeluarkan biaya operasi yang besar, tapi harga jual komoditasnya masih terbilang rendah. Kondisi itu membuat perusahaan sulit meraup untung, karena pasarnya masih lokal. Untuk dapat bertahan, Krakatau Steel harus memperbaiki manajemen, salah satunya menekan biaya operasional.
“Efisiensi biaya operasional karena mereka kan masih banyak impor,” ujar dia. Menurut David, Krakatau Steel harus bekerja keras lagi supaya bisa memperbaiki kondisi tersebut.
David menilai Krakatau Steel juga belum mampu bersaing dengan produsen baja asal Cina. Produsen baja asal Cina dapat mengelola biaya operasional dengan serendah mungkin. Budget perusahaan-perusahaan baja Cina lebih murah dibanding KS.
Krakatau Steel mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 149,8 juta atau sekitar Rp 1,97 triliun pada tahun lalu. Kerugian itu makin bengkak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Presiden Direktur Krakatau Steel, Irvan Kamal Hakim, mengatakan kerugian itu karena turunnya harga baja dunia, depresiasi rupiah, hingga kerugian yang dicatatkan oleh PT Krakatau Posco.
“Juga karena melemahnya pasar baja, sehingga pendapatan kami tidak mencapai target,” kata Irvan dalam keterangan tertulis, Kamis, 12 Maret 2015.
Irvan menambahkan tahun lalu, Krakatau Posco mencatatkan kerugian sebesar US$ 236 juta. Dengan kepemilikan saham Krakatau Steel di Krakatau Posco sebesar 30 persen, Krakatau Steel ikut menanggung kerugian sebesar US$ 71,6 juta. Selain itu, Krakatau Posco baru beroperasi awal 2014 sehingga memerlukan waktu 2,5 bulan untuk permulaan produksi. “Kondisi itu juga ikut berkontribusi pada rendahnya produksi tahun lalu,” ujarnya.
Krakatau Steel mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 10,3 persen menjadi US$ 1,86 miliar. Penurunan itu akibat turunnya volume penjualan sebesar 2,5 persen dari 2,37 juta ton pada 2013 menjadi 2,31 juta ton pada 2014. Selain itu, penurunan pendapatan disumbang oleh anjloknya harga baja dunia. Kemudian fluktuasi kurs rupiah sepanjang tahun lalu turut menekan margin laba perusahaan. “Bahan baku dan energi kami beli dalam dolar AS. Komponen energi dan bahan baku menyumbang 80 persen dari total biaya produksi,” ujarnya.
Tahun lalu, laba kotor perusahaan anjlok 57 persen menjadi US$ 41,1 juta. Menurut Irvan, turunnya beban pokok pendapatan perusahaan sebesar 8,1 persen atau senilai US$ 161 juta belum mampu mengkompensasi penurunan pendapatan bersih. Pada akhir tahun lalu, Krakatau Steel membukukan kerugian operasi sebesar US$ 70,4 juta.
DEVY ERNIS | ADITYA BUDIMAN
Berita terkait
Dubes Jose: Rusia Mitra Tepat untuk Kembangkan PLTN di Indonesia
50 hari lalu
BUMN energi nuklir Rusia, Rosatom, telah sejak lama menawarkan kerja sama pengembangan PLTN ke Indonesia
Baca SelengkapnyaKebutuhan Baja untuk Pembangunan IKN 9,5 Juta Ton, IISIA Sebut Produksi Lokal Masih Cukup
7 November 2023
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk atau KRAS, Purwono Widodo, mengatakan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) membutuhkan total 9,5 juta ton baja hingga pembangunan tahap akhir.
Baca SelengkapnyaPermintaan Meningkat 17,9 Juta Ton, Impor Baja RI Tembus 14 Persen
6 November 2023
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk atau KRAS, Purwono Widodo, mengungkap permintaan baja Indonesia meningkat menjadi 17,9 ton pada 2023.
Baca SelengkapnyaIndustri Baja RI Disebut sebagai Sektor yang Menarik untuk Investasi, karena...
6 November 2023
Secara jangka panjang, ASEAN terutama Indonesia, masih menjadi wilayah yang menarik untuk investasi di industri baja.
Baca SelengkapnyaIndustri Peleburan Baja Kena Sanksi Administratif DKI, Operasional Cerobong Harus Dihentikan Sementara
9 September 2023
Dinas Lingkungan Hidup DKI memberikan sanksi administratif kepada salah satu industri peleburan baja. Aktivitas cerobong harus dihentikan sementara.
Baca SelengkapnyaDijuluki Dirut Spesialis BUMN Sakit, Inilah Profil Silmy Karim yang Bakal Dilantik Jadi Dirjen Imigrasi
27 Desember 2022
Dirut Pt Krakatau Steel, Silmy Karim, terpilih sebagai Dirjen Imigrasi dan akan dilantik pada awal Januari 2023 mendatang.
Baca SelengkapnyaDirut Krakatau Steel Silmy Karim Benarkan Dipilih Jadi Dirjen Imigrasi
27 Desember 2022
Silmy Karim mengatakan pelantikannya sebagai Dirjen Imigrasi Kemenkumham akan dilaksanakan awal bulan depan.
Baca SelengkapnyaEkspor Produk Baja Naik Pesat Menjadi 5,2 Juta Ton pada 2021
2 Desember 2022
Ekspor produk baja meningkat pesat dari 1,3 juta ton pada tahun 2017 menjadi 5,2 juta ton pada tahun 2021.
Baca SelengkapnyaPrediksi Utang Lunas 17 Tahun Mendatang, Dirut Krakatau Steel: Bisa Lebih Cepat Lagi
30 November 2022
Emiten baja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) memproyeksikan baru dapat melunasi sisa utang senilai US$1,7 miliar dalam 17 tahun.
Baca SelengkapnyaKemendag Targetkan Ekspor Besi dan Baja di Tahun Ini USD 30 Miliar
26 Juli 2022
Kemendag menargetkan ekspor baja dan besi US$ 30 miliar pada 2022.
Baca Selengkapnya