Setelah Tertekan, Berapa Kurs Rupiah Hari Ini?  

Reporter

Rabu, 17 Desember 2014 05:18 WIB

TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Berkurangnya permintaan dolar korporasi di dalam negeri kemungkinan menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Pengamat pasar uang Lindawati Susanto memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan mereda seiring dengan surutnya kebutuhan dolar korporasi di pasar spot dan antar-bank.

Menurut Lindawati, puncak permintaan dolar sudah terjadi sejak Senin, 15 Desember 2014 dan berlanjut beberapa hari sesudahnya. "Pelemahan rupiah hari ini diharapkan tidak separah sebelumnya,” katanya. (Baca: Alasan Jokowi, Pelemahan Rupiah Tidak akan Lama.)

Dalam transaksi di pasar uang, Selasa, 16 Desember 2014. Rupiah melemah 12 poin (0,09 persen) ke level 12.725 per dolar Amerika Serikat. Pada awal perdagangan, volatilitas rupiah sangat tinggi hingga sempat menembus level 12.900 per dolar AS. (Baca: Strategi Jokowi, Atasi Pelemahan Rupiah.)

Menurut Lindawati, melonjaknya permintaan korporasi pada akhir tahun telah membuat pergerakan rupiah lebih liar dibanding mata uang regional Asia lainnya. Hal itu terjadi karena likuiditas dolar di pasar keuangan terbatas. Meski bank sentral telah mengintervensi, jumlahnya tidak terlalu besar. "Selain itu, minimnya suplai disebabkan oleh banyaknya orang yang tidak mau menjual dolar," katanya. (Baca: Bila Rupiah Jeblok Rp 16 Ribu per US$, Ini Kata BI.)

Pelemahan rupiah dipicu oleh penguatan dolar AS terhadap semua mata uang dunia. Rilis data indeks HSBC, manufaktur Cina yang melambat ke level 49,5 serta turunnya harga minyak mentah mendekati US$ 55 per barel semakin menopang penguatan dolar AS. Investor mulai menjauhi aset-aset berisiko dan beralih ke dolar AS.

Di sisi lain, Lindawati menjelaskan, spekulasi pengetatan moneter lebih lanjut oleh bank sentral AS (The Fed) akan mendorong investor global mengalihkan dana ke Amerika. Apalagi adanya iming-iming kenaikan suku bunga deposito dan imbal hasil obligasi 10 tahun di AS juga mulai naik.

Lindawati memperkirakan hari ini rupiah masih akan ditransaksikan di level 12.700 per dolar AS dengan kecenderungan melemah. Antisipasi pasar terhadap pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) The Fed masih menjadi katalis positif bagi dolar AS. "Potensi pelemahan rupiah masih ada, tapi volatilitasnya tidak akan terlalu liar.”

M. AZHAR

Berita Terpopuler

Begini Akhir Teror Penyanderaan di Australia

Dua Sandera Tewas, Korban Teror di Australia

Teror di Sydney, #illridewithyou Cegah Benci Islam

Berita terkait

Aliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI

4 jam lalu

Aliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI

Kenaikan suku bunga acuan atau BI rate menarik aliran modal asing masuk ke Indonesia.

Baca Selengkapnya

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

11 jam lalu

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

Bank Danamon Indonesia belum berencana menaikkan suku bunga KPR meski suku bunga acuan BI naik menjadi 6,25 persen

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

20 jam lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

5 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

5 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

5 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

8 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

8 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

9 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

9 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya