Petugas berdiri samping mesin pengisian BBM di SPBU Maya Tegal, Jawa Tengah, 23 Agustus 2014. Akibat pembatasan pasokan BBM dari Pertamina, menyebabkan kendaraan terpaksa mengisi BBM jenis Pertamax. ANTARA/Oky Lukmansyah
TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan kuota bahan bakar minyak bersubsidi akan jebol sebelum akhir 2014. Prediksi jebolnya kuota BBM bersubsidi ini didapat dari perhitungan yang dia buat. "Sebab, penyalahgunaan tetap jalan dan tidak tepat sasaran," tuturnya di Jakarta, Kamis, 2 Oktober 2014. (Baca: Kementerian Energi: Kuota BBM Harus Cukup)
Menurut Susilo, tidak ada solusi untuk mencegah jebolnya kuota BBM bersubsidi. Meski pemerintah terus melakukan pengawasan, penyelundupan tetap terjadi. "Kecuali mau dilarang setiap Sabtu-Minggu, puasa subsidi," ujarnya.
Susilo yakin kuota BBM bersubsidi dapat ditekan melalui larangan penjualan Premium pada akhir pekan, saat masyarakat tidak pergi ke kantor. Namun tetap ada risiko karena masyarakat bisa membeli BBM itu pada Jumat. (Baca: 7 Hari tanpa Premium, Pertamina Khawatir Ricuh
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), Hanung Budya, pernah mengatakan, berdasarkan perhitungan Pertamina, potensi kelebihan kuota BBM bersubsidi mencapai 1,35 juta kiloliter. “Kalau kuota tidak ditambah dan kita do nothing, menurut hitungan kami, Premium dan solar bakal habis sekitar Desember," katanya.
Pertamina mencatat kebutuhan rata-rata Premium hingga akhir Juli lalu mencapai 81.132 kiloliter, sedangkan solar 42.207 kiloliter. Dengan kuota yang tersisa, kuota harian Premium dan solar masing-masing hanya 80.240 kiloliter dan 41.452 kiloliter. "Artinya, ada defisit kuota yang sangat mengkhawatirkan," ujar Hanung. (Baca: CT Minta Pembatasan BBM Dikaji Ulang)
Inginkan Power Wheeling Tetap Dipertahankan di RUU EBT, Anggota DPR: Ada Jalan Tengah dengan Pemerintah
6 Februari 2023
Inginkan Power Wheeling Tetap Dipertahankan di RUU EBT, Anggota DPR: Ada Jalan Tengah dengan Pemerintah
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menginginkan skema power wheeling tetap dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Enerbi Baru dan Terbarukan atau RUU EBT.