Sejumlah warga menunggu kiriman BBM jenis Premium dan Pertamax yang telah habis di salah satu SPBU di Jalur Pantura, Indramayu, Jawa Barat, 24 Agustus 2014. Kelangkaan tersebut merupakan konsekuensi dari kebijakan penyaluran BBM bersubsidi yang disesuaikan dengan kuota. ANTARA/Dedhez Anggara
TEMPO.CO, Jakarta - Kelangkaan bahan bakar minyak jenis Premium dan solar di beberapa daerah dipastikan karena pembatasan penjualan bahan bakar minyak bersubsidi oleh pemerintah. Namun kebijakan pembatasan BBM bersubsidi itu dinilai hanya kebijakan berulang yang tak memberikan dampak signifikan.
"Energi itu komoditas yang sangat strategis, permintaannya elastis. Manusia saat ini tidak mungkin hidup tanpa energi. Berapa pun harganya akan beli," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati ketika dihubungi, Senin, 25 Agustus 2014.
Enny menerangkan, saat pemerintah memberikan kebijakan tanpa ada manajemen dari sisi permintaan dan tidak ada upaya mengkonversi bahan bakar, maka dari waktu ke waktu kebijakan yang sama akan terus diulang. "Kelangkaan BBM saat ini saya yakin sudah diprediksi oleh pembuat kebijakan. Khawatirnya hal ini hanya untuk merespons permintaan publik," ujarnya. (Baca: Jero Wacik Pastikan Kuota BBM Subsidi Tak Ditambah)
Maksud Enny, kelangkaan ini memang disengaja sehingga nantinya pemerintah punya alasan untuk menambah kuota BBM bersubsidi dari posisi 46 juta kiloliter. "Kuotanya sudah pasti ditambah, kita enggak pernah keluar dari masalah dan membuat solusi," katanya.
Kebijakan membatasi BBM subsidi tersebut, menurut Enny, perlu ditinjau kembali. Sebab, pemerintah tidak punya grand design mengenai kebijakan energi itu sendiri. (Baca: Jero: SBY Tunggu Presiden Baru Naikkan Harga BBM)
Sesungguhnya pemerintah mengalokasikan kuota BBM bersubsidi sepanjang 2014 mencapai 48 juta kiloliter. Namun, pada anggaran perubahan lalu, semua pihak sepakat dengan pengurangan kuota ini menjadi 46 juta kiloliter. Perubahan tersebut lantas memicu desakan pada pemerintah untuk mengajukan tambahan kuota BBM bersubsidi. Sebab, kuota sebesar 46 juta kiloliter dipastikan tak bakal mencukupi kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun.
Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi
44 hari lalu
Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi
Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi