TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan belum berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada tahun ini. Sebab, pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhyono hanya memiliki waktu selama dua bulan terakhir sebelum digantikan oleh pemerintah baru. (Baca: Relawan Minta Jokowi Batalkan Opsi Kenaikan BBM)
"Ya, soal itu harus ada pembicaraan serius, sekarang pemerintah SBY tinggal dua bulan dan segera ada pemerintah baru, jadi tunggu saja," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 25 Agustus 2014. (Baca: Kenaikan HargaBBM Diusulkan Satu Tahap)
Menurut Jero, pemerintah SBY pada dasarnya ingin mengakhiri masa jabatan ini dengan lancar. Artinya, rencana untuk mengurangi subsidi BBM dengan kenaikan harga harus dibahas di antara kedua pihak. "Hingga saat ini Pak Presiden belum bertemu presiden terpilih. Nanti, kalau sudah bertemu, kami tunggu apa arahan beliau, baru kami kerjakan," ujarnya. (Baca: Jokowi Setuju Kenaikan Listrik dan Pembatasan BBM)
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014, volume BBM bersubsidi dipangkas dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter. Pemangkasan dilakukan karena pemerintah sudah tak memiliki alokasi anggaran untuk menambah subsidi dari Rp 246,5 triliun. Akibatnya, kuota BBM yang ditetapkan pemerintah tak mampu mengimbangi lonjakan konsumsi pada tahun ini.
Untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, melalui Surat Edaran Kepala BPH Migas Nomor 937 Tahun 2014, pemerintah mengatur pembatasan penjualan solar dan Premium bersubsidi mulai Agustus. Kebijakan pembatasan solar terdiri atas pelarangan penjualan solar di wilayah Jakarta Pusat. Jam penjualan solar diatur mulai pukul 08.00 hingga 18.00 di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali.
Alokasi solar bersubsidi untuk nelayan juga dipangkas 20 persen dengan mengutamakan penyaluran bagi nelayan dengan kapal di bawah 30 gross ton (GT). Untuk Premium, pelarangan penjualan dilakukan di seluruh SPBU di jalan tol.