Seorang petugas mengisi bbm pada sebuah truk di SPBU km 14 Tol Jakarta-Tangerang yang tidak melayani penjualan Premium, Banten (6/8). Mulai hari ini SPBU yang berada di tol mulai memberlakukan kebijakan pemerintah terkait tidak menjual premium bersubsdi di tol .TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi--sebagai satu-satunya opsi untuk melonggarkan beban fiskal pada tahun depan--disarankan segera dilakukan tahun ini. Alasannya, tantangan perekonomian pada tahun 2015 akan lebih berat dibandingkan sekarang.
"Idealnya memang soal harga BBM subsidi itu dibereskan oleh pemerintah sekarang karena risiko ekonomi tahun depan lebih besar," kata ekonom BCA, David Sumual, saat dihubungi, Selasa, 18 Agustus 2014. Dia menghitung, dengan kenaikan hingga 40 persen, ada penghematan sebesar Rp 40 triliun yang bisa disimpan. (Baca: Harga BBM Bersubsidi di Indonesia Ternyata Mahal)
Menurut David, kondisi ekonomi Indonesia tahun ini sebenarnya cenderung kondusif. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih di atas 5 persen. Selain itu, laju inflasi masih rendah, yakni di bawah 5 persen.
Selepas pemilihan umum presiden, sentimen di pasar juga positif. Hal ini tercermin dari indeks saham gabungan yang bisa mencapai level 5.200. "Risiko politik terhadap kondisi sosial yang selama ini dikhawatirkan terjadi jika menaikkan BBM sebelum pemilu juga tidak ada," ujarnya. (Baca: Rupiah Bisa Menguat Lagi)
Kalau menunggu pemerintah baru memimpin dan kenaikan BBM baru direalisasikan tahun depan, akan ada sejumlah tantangan berat yang harus dihadapi. Ia mencontohkan ada potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Federal. "Artinya, ada peluang investor yang sudah menanam modal di Indonesia sejak awal tahun keluar karena yield di Amerika lebih menarik," ujarnya.
Padahal investasi merupakan kunci utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kenaikan harga BBM pada tahun depan cenderung meningkatkan biaya investasi. Sebab, sudah ada kenaikan harga gas dan harga listrik. "Intinya, kalau bisa dibereskan tahun ini, tahun depan jauh lebih baik. Lebih cepat lebih baik," tuturnya.
Belanja subsidi BBM, elpiji, dan BBN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 naik menjadi Rp 291,1 triliun. Anggaran tersebut naik dibandingkan yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2014 sebesar Rp 246,5 triliun. Selain anggaran, volume BBM subsidi juga meningkat dari 46 juta kiloliter menjadi 48 juta kiloliter.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan peningkatan anggaran subsidi ini karena adanya carry over anggaran subsidi tahun 2014 sekitar Rp 44-45 triliun. Chatib mengasumsikan rencana tersebut dengan tidak ada penyesuaian harga BBM subsidi.