Petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai saat menunjukkan barang bukti sitaan rotan dari dalam kontainer, di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Rabu (18/9). Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan berhasil menggagalkan upaya penyelundupan ekspor 5 kontainer berisi rotan. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyatakan dibutuhkan peralatan yang mumpuni dengan dukungan sumber daya manusia handal untuk mengawasi dan menggagalkan praktek penyelundupan barang ilegal di seluruh kawasan Indonesia.
"Jika berharap, Bea-Cukai inginnya kayak di film James Bond itu. Tetapi kan anggaran kita terbatas," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandonodi di kantor Menteri Perekonomian, Jumat malam, 4 Juli 2014.
Menurut dia, tingkat penangkapan praktek penyelundupan menunjukkan tren meningkat setiap tahunnya, semantara peralatan dan SDM yang dimiliki diakuinya belum optimal. Beragam cara ditempuh Direktorat untuk menambah jumlah pegawai dan memperkuat armada pendukung. "Menambah seratus pegawai itu tidak gampang," ujarnya.
Luasnya wilayah perairan Indonesia menyebabkan praktek penyelundupan sulit terhindarkan. Saat ini, total pegawai Bea-Cukai mencapai 10.665 orang, sementara jumlah kapal patroli sebanyak 85 kapal. "Itu pun tidak semuanya jalan, sebab ada yang diperbaiki di dek dan sebagainya," tuturnya.
Untuk mendukung peningkatan pelayanan, kata Agung, lembaganya berencana merekrut pegawai hingga 1.200 orang, dengan penambahan beberapa kapal patroli berukuran 86-60 meter. "Kami lagi beli kapal sekarang. Kita hanya punya 85 kapal. Jumlah itu masih kurang, tetapi kita berdayakan," ujarnya.
Ribuan pegawai baru ini rencannya akan ditempatkan di beberapa wilayah yang memiliki tingkat kerawanan cukup tinggi dalam praktek ilegal penyelundupan. "Jika ada penambahan armada, jelas harus nambah juga pegawainya," tuturnya.
Berdasarkan data terbaru Direktorat, total penindakan yang berhasil dilakukan dari Januari hingga Mei 2014 mencapai 1.748 kasus dengan total nilai kerugian Rp 34,25 miliar. Angka itu jauh menurun dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 2.021 dengan nilai kerugian Rp 175,49 miliar.