2025, 120 Juta Rakyat Indonesia Tak Punya Rumah
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Rabu, 11 Juni 2014 06:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Real Estate Indonesia (REI), Ignesjz Kemalawarta, memprediksi bila tak ada akselerasi pertumbuhan perumahan, Indonesia akan mengalami backlog atau kekurangan pasokan perumahan sebanyak 30 juta rumah pada 2025.
"Bila satu rumah diisi empat orang, berarti ada 120 juta orang yang tidak punya rumah," kata Ignesjz pada Selasa, 10 Juni 2014.
Menurut Ignesjz, kecepatan pertumbuhan keluarga dan penyediaan rumah di Indonesia tak sebanding. Pertumbuhan keluarga Indonesia diperkirakan berada pada angka 800 ribu per tahun. Sementara itu, penyediaan rumah hanya mampu menembus angka 300-400 ribu rumah setiap tahun. Pada saat ini backlog mencapai 22 persen. "Ada 61 juta rumah tangga yang tidak punya hunian layak," ujar Ignesjz.
Kondisi ini diperparah tidak adanya pemetaan tentang kekurangan perumahan rakyat. "Data dan mapping tentang mana daerah yang kekurangan rumah dan berapa jumlahnya saja tidak ada," ujar Teguh Satria, Ketua Komite Tetap Kebijakan Bidang Properti dan Kawasan Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin). (Baca: Harga Semen Naik, Kualitas Rumah Turun)
Tidak ada mapping yang jelas membuat pemerintah menyamaratakan solusi backlog. Padahal ada tiga kelompok berbeda yang mengalami backlog yaitu mereka yang mampu membeli namun tak ada suplai perumahan, mereka yang hanya mampu menyewa, dan mereka yang tak mampu baik membeli maupun menyewa. "Tiga kelompok ini kan butuh solusi yang berbeda pula. Tidak bisa disamakan," ujar Satria.
Lembaga yang seharusnya menjadi penyedia perumahan pun seakan tumpul. Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief Sugoto, mengeluh tidak ada anggaran dari pemerintah untuk Perumnas sejak 1993.
Dia membandingkan Perumnas dengan Bulog yang mampu menjamin ketahanan pangan dengan kucuran dana triliunan tiap tahun. "Perumnas tidak dapat satu sen pun, bagaimana bisa menjamin ketersediaan rumah untuk seluruh rakyat?" kata Himawan.
Di India, dicontohkan Himawan, lembaga serupa Perumnas mampu membeli pasokan rumah dari pengembang swasta lalu menjualnya kembali pada masyarakat dengan harga murah. Begitu pula dengan negara tetangga Singapura yang memiliki lembaga The Housing and Development Board (HDB). (Baca: Perumnas Ajukan Perubahan Status Menjadi PT)
HDB merupakan lembaga penyedia perumahan di Singapura yang tidak dituntut untuk mencari profit. Sebanyak 80 persen proyek HDB mendapat bantuan pemerintah sehingga mampu menyediakan rumah bagi seluruh warga negara. HDB juga bisa memberi pinjaman kredit rumah bagi masyarakat dengan bunga 2,6 persen saja.
"Harus ada katup pengaman yang dipegang pemerintah agar Perumnas mampu menjadi penyedia rumah yang tidak berorientasi pada profit," kata Himawan. (Baca: Visi Perumahan Prabowo Bunga KPR 5 Persen)
Ketua Kajian Studi Pemukiman Universitas Gadjah Mada, Budi Prayitno, mengatakan negara harus mampu berbuat adil dan menjamin ketersediaan kebutuhan pokok di samping pangan dan sandang ini. Sejauh ini, memang ada beberapa program intervensi dari pemerintah seperti pembangunan rumah susun dan subsidi kredit pemilikan rumah dalam jangka waktu tertentu. "Namun program-program itu belum mampu menyentuh permasalahan sebenarnya," kata Budi. (Baca: Visi Jokowi Kembalikan Subsidi Rumah Tapak)
MOYANG KASIH DEWI MERDEKA
Terpopuler:
Valid, Surat Rekomendasi Pemecatan Prabowo
Jawab Roy Suryo via BBM, Ahok: Bro Kenapa Somasi?
Takmir Masjid Sesalkan Isi Pengajian Jafar Umar
Debat Capres Masih Gunakan Strategi 5-3-2