TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan ratifikasi konvensi pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/ FCTC) belum bisa segera dilakukan. Alasannya, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian berpendapat Indonesia belum perlu meratifikasi FCTC dalam waktu dekat.
"Saya dengan Pak Hidayat (Menteri Perindustrian) merasa Indonesia belum saatnya ratifikasi FCTC," kata Lutfi setelah meresmikan pabrik Kawasaki di Cikarang, 8 April 2014. (baca:Rokok Sumbang Penerimaan Cukai Terbanyak)
Menurut Lutfi, pertimbangan itu didasarkan pada banyak pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam industri rokok. Petani tembakau, kata dia, sebenarnya hanya sebagian dari pertimbangan mengapa Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan menolak meratifikasi FCTC. "Makanya kami berpikir ratifikasi FCTC lebih banyak mudaratnya," ujarnya.
Meski sudah menyatakan lebih banyak mudaratnya, baik Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Perdagangan hingga kini belum mengetahui berapa kerugian yang bakal dialami sektor perindustrian dan perdagangan jika FCTC diratifikasi. "Belum ada hitungan-hitungannya yang pasti. Masih dalam kajian," kata Lutfi. (baca: Ratifikasi FCTC Terganjal Kementerian Industri)
Keputusan ini, kata Lutfi akan dibicarakan kembali dengan Kementerian Kesehatan. "Kalau Presiden memutuskan harus ratifikasi FCTC, itu terserah beliau. Kita sudah memberikan pertimbangannya."
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menginginkan pemerintah agar segera meratifikasi FCTC. Namun ganjalan itu datang dari Kementerian Perindustrian karena ratfikasi FCTC dianggap akan menghilangkan pendapatan negara dari cukai rokok. Selain itu, industri rokok dianggap menyerap banyak tenaga kerja.