Uji Materi Undang-Undang OJK Diajukan
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 27 Februari 2014 19:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah ekonom mengajukan permohonan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Permohonan ini didasarkan dengan pertimbangan atas OJK yang dianggap tidak independen dan tidak berpihak pada rakyat.
Dalam Lembaran Negara Nomor 111 Tahun 2011 tercatat Syasuddin Slawat Pesilette, Azhar Rahim Rivai, Ahmad Suryono, Salamuddin, dan Ahmad Irwandi Lubis sebagai pemohon gugatan. Mereka menilai adanya kemungkinan pemborosan, salah arah, perampokan terselubung dan tersistem, perbuatan sewenang-wenang dari OJK terhadap penggunaan APBN, serta tumpang tindih kewenangan.
"Petitumnya, kami minta batalkan seluruhnya. Frase independensi dihapus, fungsi pengawasan dan peraturan dihapus," kata Suryono pada Kamis, 27 Februari 2014, dalam diskusi santai di kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Yang menarik, dalam profisi, otoritas diminta berhenti sementara dan diambil alih oleh Bank Indonesia. Selain itu, OJK diminta untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang OJK, kata independen dianggap tidak menemukan cantolannya dalam konsideran Undang-Undang OJK, yang mendasarkan pijakannya antara lain pada Pasal 33 UUD 1945. "Di Pasal 33 ayat 4 saya tidak nemu independen. Yang independen hanya BI," tutur Suryono.
Bahkan, menurut penggugat lainnya, Salamuddin, OJK tak mungkin independen. Pasalnya, kata “independen” tak menemukan induknya jika disandingkan pada konsideran yang dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945 sebagai cantolan yang mengharuskan OJK terintegrasi dengan sistem perekonomian. “OJK tidak mungkin bebas dari campur tangan pihak lain," kata peneliti Institute for Global Justice ini.
Keberadaan OJK merupakan mandat yuridis Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Bank Indonesia. Namun mandat yuridis itu merupakan pelaksanaan dari rencana besar Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai bagian dari paket kerja sama dengan Indonesia.
Dalam kerja sama itu, IMF menginginkan dibentuknya lembaga yang terpisah dari departemen keuangan dan bank sentral. Dengan itu diharapkan dapat menyiapkan industri perbankan nasional agar mampu menjadi pelaku global dengan inspirasi dari Financial Supervisory Agency (FSA) di Inggris. Padahal akhirnya FSA terbukti gagal total melaksanakan tugas dan kewenangannya.
APRILIANI GITA FITRIA
Berita terpopuler:
Perikanan Indonesia Masih Unggul di ASEAN
Rakuten Berfokus pada Mobile Commerce
Parwisata Indonesia Tertinggal di ASEAN
BI Akan Terbitkan Produk Simpanan Deposito