2014, Investasi Diprediksi Masih Sepi

Senin, 30 Desember 2013 11:08 WIB

enko Perekonomian, Hatta Rajasa (kiri), dan Menteri Perdagangan Myanmar, Win Myint (kedua kiri), menggelar pertemuan bilateral di Nay Pyi Taw, Myanmar, (2/4) . Pertemuan ini membahas penjajagan investasi Indonesia di Myanmar. ANTARA/Ismar Patrizki

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, mengatakan dampak pelonggaran Daftar Negatif Investasi (DNI) belum akan terasa pada tahun depan. Investasi pada 2014, kata dia, belum akan naik secara signifikan meski beberapa sektor dilonggarkan untuk pemodal asing. "Investor berhati-hati menjelang pemilihan umum, menunggu, siapa pemimpin baru yang akan terpilih," kata dia kepada Tempo, akhir pekan lalu.


Menurut Lana, dampak pelonggaran DNI baru akan terasa tiga tahun mendatang. Setelah presiden baru terpilih pada kuartal III 2014, investor baru berani menentukan sikap. Dengan demikian, realisasi investasi baru akan diperoleh setahun atau dua tahun kemudian.


Selain ada tenggang waktu, Lana juga pesimistis pelonggaran DNI di beberapa sektor akan membuat investor tertarik. Sebab, hal-hal yang menunjang investasi masih relatif buruk. Lana menyebut beberapa sektor penunjang yang masih buruk yakni birokrasi, perizinan, infrastruktur, dan korupsi atau suap. "Bila itu tidak diperbaiki maka sulit untuk menarik investasi," ujarnya.


Meski begitu, Lana menghargai upaya pemerintah untuk membuka DNI sebagai jalan untuk menutup defisit neraca pembayaran. Pelonggaran DNI juga akan memberikan pilihan bagi para investor. Namun Lana mengimbau pemerintah agar berhati-hati karena pelonggaran DNI bagi pemodal asing bisa menyebabkan defisit neraca perdagangan semakin besar. "Saat investor masuk ke sektor bandara, meraka akan mengimpor peralatan kerja," katanya.


Pekan lalu, pemerintah merampungkan revisi Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka, atau DNI. Pemerintah membuka peluang investor asing untuk memiliki saham cukup besar di berbagai sektor, di antaranya perhubungan, telekomunikasi, kesehatan, dan energi.

“Revisi ini untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan mengantisipasi dampak perlambatan perekonomian global dengan mendorong peningkatan investasi," kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Selasa pekan lalu.


Advertising
Advertising

Namun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Mahendra Siregar, mengatakan revisi aturan ini belum bisa mengembalikan target investasi pada 2014. Semula, BKPM mematok target investasi Rp 506 triliun pada 2014, namun angka itu kemudian dikurangi menjadi Rp 450 triliun.

Menurut Mahendra, krisis ekonomi global akan mempengaruhi niat investor sehingga revisi DNI belum langsung bisa meningkatkan penanaman modal di Indonesia. "Saya tidak bisa seoptimistis itu," kata Mahendra dalam open house di kediamannya, Rabu pekan lalu.


ANANDA PUTRI | ANGGA SUKMA WIJAYA


Berita terkait

Di Qatar Economic Forum, Prabowo Sebut Biaya Pembangunan IKN Tembus Rp 16 Triliun per Tahun

23 jam lalu

Di Qatar Economic Forum, Prabowo Sebut Biaya Pembangunan IKN Tembus Rp 16 Triliun per Tahun

Presiden terpilih Prabowo Subianto membeberkan strategi Pemerintah untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Gubernur Jenderal Australia Bertemu, Bahas Penguatan Hubungan antar Masyarakat

1 hari lalu

Jokowi dan Gubernur Jenderal Australia Bertemu, Bahas Penguatan Hubungan antar Masyarakat

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam keterangan pers usai pertemuan, menjelaskan, Jokowi dan Hurley misalnya mebahas upaya menggiatkan pengajaran bahasa di masing-masing negara.

Baca Selengkapnya

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

1 hari lalu

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

Ekonom Nailul Huda menilai langkah OJK mencabut izin PT Paytren Manajemen Investasi sudah tepat.

Baca Selengkapnya

Pertamina Hulu Energi dan ExxonMobil Kerja Sama Penangkapan dan Penyimpanan Karbon di IPA CONVEX ke-38

1 hari lalu

Pertamina Hulu Energi dan ExxonMobil Kerja Sama Penangkapan dan Penyimpanan Karbon di IPA CONVEX ke-38

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menjajaki kerja sama dengan ExxonMobil Indonesia melalui pengembangan Asri Basin Project CCS Hub.

Baca Selengkapnya

Pemegang Saham Saratoga Sepakati Pembagian Dividen Rp 298,43 Miliar

1 hari lalu

Pemegang Saham Saratoga Sepakati Pembagian Dividen Rp 298,43 Miliar

PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. atau Saratoga (SRTG) akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 298,43 miliar atau sekitar Rp 22 per lembar saham.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

3 hari lalu

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut bantuan beras merupakan langkah konkret untuk meringankan beban masyarakat.

Baca Selengkapnya

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

3 hari lalu

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dan Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang bertemu untuk membahas penguatan kerja sama

Baca Selengkapnya

AXA Mandiri Raup Laba Bersih Rp 1,33 Triliun pada 2023

3 hari lalu

AXA Mandiri Raup Laba Bersih Rp 1,33 Triliun pada 2023

AXA Mandiri Financial Services berhasil meraup laba bersih senilai Rp 1,33 triliun pada 2023 atau tumbuh 13,2 persen dibanding tahun 2022.

Baca Selengkapnya

Jokowi Harap RI jadi Anggota OECD: Supaya Mudah Akses Investasi

4 hari lalu

Jokowi Harap RI jadi Anggota OECD: Supaya Mudah Akses Investasi

Presiden Jokowi meyakini OECD akan memberikan manfaat yang konkret bagi Indonesia terutama supaya tidak terjebak dalam middle income trap

Baca Selengkapnya

Satgas PASTI Hentikan 915 Entitas Keuangan Ilegal hingga April 2024

4 hari lalu

Satgas PASTI Hentikan 915 Entitas Keuangan Ilegal hingga April 2024

Satgas PASTI menutup aktivitas 915 entitas keuangan ilegal, yang terdiri 19 investasi ilegal dan dan 896 pinjol ilegal selama 1 Januari-30 April 2024.

Baca Selengkapnya