Ekonom Nilai Pasar Siap Antisipasi Tapering Off  

Reporter

Editor

Budi Riza

Kamis, 19 Desember 2013 10:58 WIB

Seorang warga menunjukkan uang rusak yang akan ditukarkan pada kegiatan kas keliling Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kepulauan Riau di Pulau Tarempa, Kabupaten Anambas, Kepri, Rabu (27/11). ANTARA/Joko Sulistyo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual memperkirakan berkurangnya nilai pembelian obligasi The Fed tidak banyak mempengaruhi kondisi saham di Indonesia. Pasalnya, menurut David, pasar sudah memprediksi pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat itu. "Pasar sudah siap. Yang perlu kita perhatikan, kita harus siap kalau Amerika menaikkan suku bunganya. Mereka akan menaikkan suku bunganya setahun hingga dua tahun ke depan," kata David saat dihubungi melalui telepon, Kamis, 19 Desember 2013.

Kesiapan pasar, kata David, terbukti lewat posisi hijau pasar saham di Asia. Kendati demikian, David mengatakan Amerika akan melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif dengan melanjutkan suku bunga rendah. Namun, dia memproyeksikan The Fed kelak mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga. (Rupiah Tembus Rp 12.500)

David mengungkapkan pasar di Indonesia akan terpengaruh oleh pengurangan stimulus walau tidak banyak. Menurut dia, saat ini pasar domestik sudah terkoreksi akibat melemahnya rupiah dan current account defisit (defisit transaksi berjalan). Namun, David menuturkan, yang perlu diperhatikan pemerintah dalam jangka pendek adalah defisit transaksi berjalan yang masih tinggi. Pemerintah, kata dia, harus mempunyai cara untuk mengurangi tingginya nilai defisit.

Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve akhirnya memutuskan untuk mengurangi stimulus moneter melalui pembelian obligasi mulai Januari 2014. Kebijakan yang dikenal sebagai tapering off itu akan mereduksi pembelian obligasi bulanan, dari US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat Komite Terbuka The Fed (Federal Open Market Committee/ FOMC) di Washington, Rabu, 18 Desember 2013 waktu setempat. Komite menyatakan pembelian obligasi sebesar US$ 85 miliar per bulan telah memberikan kontribusi pada penciptaan lapangan kerja. Namun jika tidak dikurangi, mereka khawatir muncul ketergantungan.

"Yang jelas, Komite telah melihat adanya perubahan dalam aktivitas ekonomi dan pasar tenaga kerja, sejalan dengan kondisi ekonomi makro secara umum," demikian pernyataan Komite The Fed, seperti dikutip dari The New York Times.

Selama ini, The Fed berupaya untuk mengurangi stimulus moneter yang telah memberi dampak positif bagi negara-negara berkembang. Namun, mereka menunggu situasi yang kondusif, terutama di pasar retail dan tenaga kerja. Situasi saat ini dirasa tepat setelah angka pengangguran turun hingga di bawah 7 persen.


ALI HIDAYAT

Berita terpopuler:
Ratu Atut Pernah Minta Rano Mundur
Mengapa Rumah Atut Dijaga Ratusan Pendekar?
Di Depan Jokowi, SBY Singgung Soal Presiden Baru
Atut Tersangka, Ini Kata Rano Karno
Pengacara Atut: Uang Rp 1 Miliar Milik Suami Airin
Atut Tersangka, Airin Hanya Tersenyum
Ahok Sindir Polisi: Dosa Lama Jangan Jadi ATM

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

19 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

21 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

1 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

2 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

2 hari lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

IHSG turun cukup drastis dan menutup sesi pertama hari Ini di level 7,116,5 atau -1.62 persen dibandingkan perdagangan kemarin.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

3 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

3 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

4 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

4 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

4 hari lalu

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

PT Bank Negara Indonesia atau BNI bersiap menghadapi perkembangan geopolitik global, nilai tukar, tekanan inflasi, serta suku bunga.

Baca Selengkapnya