TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual memperkirakan berkurangnya nilai pembelian obligasi The Fed tidak banyak mempengaruhi kondisi saham di Indonesia. Pasalnya, menurut David, pasar sudah memprediksi pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat itu. "Pasar sudah siap. Yang perlu kita perhatikan, kita harus siap kalau Amerika menaikkan suku bunganya. Mereka akan menaikkan suku bunganya setahun hingga dua tahun ke depan," kata David saat dihubungi melalui telepon, Kamis, 19 Desember 2013.
Kesiapan pasar, kata David, terbukti lewat posisi hijau pasar saham di Asia. Kendati demikian, David mengatakan Amerika akan melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif dengan melanjutkan suku bunga rendah. Namun, dia memproyeksikan The Fed kelak mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga. (Rupiah Tembus Rp 12.500)
David mengungkapkan pasar di Indonesia akan terpengaruh oleh pengurangan stimulus walau tidak banyak. Menurut dia, saat ini pasar domestik sudah terkoreksi akibat melemahnya rupiah dan current account defisit (defisit transaksi berjalan). Namun, David menuturkan, yang perlu diperhatikan pemerintah dalam jangka pendek adalah defisit transaksi berjalan yang masih tinggi. Pemerintah, kata dia, harus mempunyai cara untuk mengurangi tingginya nilai defisit.
Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve akhirnya memutuskan untuk mengurangi stimulus moneter melalui pembelian obligasi mulai Januari 2014. Kebijakan yang dikenal sebagai tapering off itu akan mereduksi pembelian obligasi bulanan, dari US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat Komite Terbuka The Fed (Federal Open Market Committee/ FOMC) di Washington, Rabu, 18 Desember 2013 waktu setempat. Komite menyatakan pembelian obligasi sebesar US$ 85 miliar per bulan telah memberikan kontribusi pada penciptaan lapangan kerja. Namun jika tidak dikurangi, mereka khawatir muncul ketergantungan.
"Yang jelas, Komite telah melihat adanya perubahan dalam aktivitas ekonomi dan pasar tenaga kerja, sejalan dengan kondisi ekonomi makro secara umum," demikian pernyataan Komite The Fed, seperti dikutip dari The New York Times.
Selama ini, The Fed berupaya untuk mengurangi stimulus moneter yang telah memberi dampak positif bagi negara-negara berkembang. Namun, mereka menunggu situasi yang kondusif, terutama di pasar retail dan tenaga kerja. Situasi saat ini dirasa tepat setelah angka pengangguran turun hingga di bawah 7 persen.
ALI HIDAYAT
Berita terpopuler:
Ratu Atut Pernah Minta Rano Mundur
Mengapa Rumah Atut Dijaga Ratusan Pendekar?
Di Depan Jokowi, SBY Singgung Soal Presiden Baru
Atut Tersangka, Ini Kata Rano Karno
Pengacara Atut: Uang Rp 1 Miliar Milik Suami Airin
Atut Tersangka, Airin Hanya Tersenyum
Ahok Sindir Polisi: Dosa Lama Jangan Jadi ATM