Saut tak lolos karena dinilai tak menerapkan asas perbankan yang sehat lantaran menyelesaikan kredit macet dengan cara restrukturisasi pada 2010. Langkah ini ditempuh untuk mencapai target non-performing loan sebesar 2,99 persen. Penilaian itu, menurut Saut, tak bisa dijadikan dasar putusan pada 2012 karena peristiwa itu terjadi dua tahun sebelumnya. Adapun BI menggunakan sebuah memo yang terbit pada November 2010 sebagai dasar putusan.
"Padahal isi memo tidak seperti itu. Di memo, selain dengan restrukturisasi, ada langkah lain-lainnya seperti lelang hak tanggungan, penjualan agunan, kordinasi kredit one debt di Kantor cabang dan langkah-langkah lainnya," katanya.
Jadi, menurut Saut, BI mengambil kesimpulan sepihak untuk menghukumnya dengan berasumsi NPL yang tadinya 4,23 persen per Oktober 2010, menjadi di bawah 3,2 persen per akhir tahun 2010, hanya karena langkah restrukturisasi. "Ini penafsiran yang keliru, di memo dijelaskan langkah menekan NPL tidak hanya restrukturisasi, dan restrukturisasi kalaupun dilakukan tetap sesuai aturan dengan jangka waktu tiga bulan," katanya.
Ia pun heran hanya beberapa orang yang dinyatakan bersalah karena adanya memo tersebut. "Padahal memo itu kan hasil keputusan rapat bersama. Tapi kenapa hanya beberapa orang yang tidak lolos fit and proper test?" katanya.
Seperti diketahui, saat ini BTN hanya dijalankan oleh tiga anggota direksi sejak 6 Desember 2013. Minimnya jumlah direksi itu terjadi karena dua anggota direksi lainnya yang telah menjabat, Evi Firmansyah dan Saut Pardede, tidak lolos fit and proper test. Selain itu, BI juga tidak meloloskan calon direktur baru BTN lainnya, Mas Guntur Dwi S. dan Poernomo.
Bank Indonesia melakukan fit and proper test bagi seluruh Direktur BTN karena adanya dugaan fraud dalam penurunan NPL. "Seluruhnya di-fit and proper test. Tapi yang tidak lolos hanya sebagian," katanya.
ANANDA PUTRI