Sejumlah aktivis dan petani dihadang oleh anggota polisi dan TNI saat melakukan aksi unjuk rasa menentang WTO di depan gerbang tempat berlangsungnya Konferensi Tingkat Menteri ke-9 World Trade Organization di Nusa Dua, Bali, (6/12). TEMPO/Johannes P. Christo
TEMPO.CO , Jakarta - Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan Paket Bali yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-9 World Trade Organization (WTO) akan merugikan Indonesia. "Enggak ada untungnya (Paket Bali), justru banyak merugikan Indonesia," kata Aviliani saat dihubungi Tempo pada 7 Desember 2013.
Aviliani menuturkan, dalam Paket Bali yang disepakati tersebut, jika subisidi pertanian tidak ditingkatkan, maka banyak petani di Indonesia yang akan menjadi miskin. Soalnya, subsidi merupakan nilai tambah dari sektor pertanian.
Aviliani memperkirakan hubungan kerja sama di antara negara-negara yang menghadiri konferensi WTO itu akan berujung pada hubungan bilateral. Sebab, kepentingan-kepentingan yang berbeda dari setiap negara membuat hubungan bilateral menjadi lebih menguntungkan. "Lebih win-win solution," kata Aviliani.
Hubungan multilateral dianggap hanya akan menguntungkan negara maju dan tidak tepat dengan kepentingan beberapa negara. Dengan begitu, isi kesepakatan belum tentu dijalankan. Aviliani mencontohkan, untuk kesepakatan mengenai sektor pertanian, bagi negara yang tidak memiliki kebutuhan, tentu akan setuju jika tidak ada peningkatan subsidi pertanian. Namun hal ini akan merugikan negara agraris seperti Indonesia.
Sedangkan untuk memperlancar fasilitas perdagangan, Aviliani menuturkan Indonesia membutuhkan setidaknya 2 pelabuhan internasional. Dengan demikian, aktifitas perdagangan Indonesia tidak lagi harus melewati Singapura.
Unjuk rasa terus dilakukan kelompok masyarakat dan LSM mengiringi Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (WTO) yang sedang berlangsung di Nusa Dua, Bali.