Komisi Keuangan Sempat Minta Paripurna Diundur
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 25 Oktober 2013 11:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis membenarkan para anggota komisinya sempat meminta jadwal rapat paripurna DPR, yang salah satu agendanya pengesahan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2014, ditunda.
Sedianya paripurna itu akan dilangsungkan pada pagi ini. Namun, Komisi Keuangan meminta rapat dimundurkan hingga pukul 14.00 siang ini. "Tapi belum ada keputusan jadi diundur atau tidak," ujarnya sewaktu dihubungi Jumat, 25 Oktober 2013.
"Ini saya masih menunggu SMS dari pimpinan DPR," kata Harry. Belakangan, dilaporkan sidang paripurna telah berlangsung sejak 20 menit lalu.
Usulan pengunduran ini, menurut Harry, mencuat karena para anggota Komisi Keuangan merasa belum sreg dengan keputusan pemerintah terkait rencana pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Sebelumnya, pada Selasa, 22 Oktober kemarin, Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui keputusan pemerintah terkait pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium dari PT Nippon Asahan Alumunium.
Dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan pemerintah kabupaten/kota di sekitar Danau Toba dan Asahan, Komisi juga menyetujui usulan bahwa saham pemerintah pusat dipertahankan minimal 70 persen.
Sehari sebelum rapat dengan Komisi BUMN, pemerintah telah menetapkan nilai buku baru untuk pengambilalihan Inalum senilai US$ 558 juta. Nilai buku ini naik dibandingkan dengan nilai buku hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang hanya sebesar sebesar US$ 424 juta.
Adapun nilai buku yang diajukan Nippon Asahan Alumunium mencapai US$ 626 juta. Nilai sebesar US$ 558 juta merupakan final bid yang diajukan Indonesia dalam satu-dua hari ini. Pemerintah juga cenderung menyelesaikan masalah pengambilalihan Inalum tanpa melalui proses arbitrase.
Jika Komisi BUMN dan Komisi Energi setuju dengan nilai buku yang diajukan pemerintah ini, Komisi Keuangan menyatakan pemerintah seharusnya memperjuangkan pembelian dengan nilai buku sesuai hasil audit BPKP. Para anggota Komisi, Harry menambahkan, cenderung memilih pembelian Inalum senilai US$ 424 juta.
"Karena kami berkaitan dengan penggunaan anggaran negara, maka kami ingin pengambilalihan ini menggunakan opsi yang lebih menguntungkan," ujar Harry. Saat ini Komisi Keuangan masih merumuskan opsi-opsi nilai pengambilalihan Inalum yang diajukan pemerintah. "Catatan kami kepada pemerintah dalam hal ini hanya soal harga."
Jika pengunduran jadwal paripurna disetujui pimpinan DPR, maka Komisi Keuangan dan Kementerian Keuangan akan mengadakan rapat persetujuan penggunaan anggaran pembelian Inalum pagi ini. Namun jika ditolak, ujar Harry, kemungkinan rapat itu dilakukan pada 30 Oktober, atau sehari sebelum kontrak Indonesia dengan PT Nippon Asahan Alumunium berakhir.
PRAGA UTAMA
Topik Terhangat:
Sultan Mantu | Misteri Bunda Putri | Gatot Tersangka | Suap Akil Mochtar | Dinasti Banten
Berita Terpopuler
Menteri Gamawan: FPI Aset yang Perlu Dipelihara
Pemimpin Redaksi Tempo Wahyu Muryadi Diganti
Soal Kasus Wawan, Adnan Buyung Mau Gugat KPK
Ini Orang PKS yang Minta Mobil Luthfi Dipindahkan
Suap Akil Diduga Disiapkan Kasir Kepercayaan Wawan