TEMPO.CO, Pontianak - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu (Apegti) Kalimantan Barat mengindikasikan setiap bulannya beredar 5.528.320 kilogram gula rafinasi di provinsi itu.
Peredaran itu dinilai membahayakan masyarakat karena gula itu sebenarnya diperuntukkan untuk kebutuhan industri dan bukan konsumsi rumah tangga. Selain itu, peredaran gula rafinasi yang diduga merupakan selundupan itu, merugikan pedagang lokal.
Sy Usman Jafar Almutahar, Ketua Apegti Kalbar, mengatakan, gula rafinasi tersebut disinyalir telah beredar selama 16 bulan terakhir. Dia menghitung keuntungan para pengedar gula ini mencapai lebih dari Rp 176 juta dalam satu tahun terakhir.
Untuk itu, Usman mengharapkan, pemerintah pusat bisa segera menindaklanjuti beredarnya gula rafinasi.
Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar hanya ada 30 ton gula dari Jawa, yang dikirim ke Kalbar. Dengan demikian, dapat dipastikan gula yang beredar di Kalbar saat ini bukan berasal dari Jawa.
Usman mengatakan gula rafinasi yang beredar di Kalbar, tidak layak untuk dikonsumsi. "Ini bisa menyebabkan penduduk Kalbar menderita diabetes," katanya. Selain gula rafinasi, gula di Kalbar juga merupakan rembesan dari kawasan perbatasan baik dari Entikong, Jabobabang, atau Aruk. Menurutnya, gula tersebut berkualitas rendah dan tidak memiliki standar nasional indonesia (SNI) serta termasuk gula rafinasi.
Ini Alasan Kalbar Jadi Tuan Rumah Hari Pangan Sedunia 2017
13 Oktober 2017
Ini Alasan Kalbar Jadi Tuan Rumah Hari Pangan Sedunia 2017
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengatakan pemilihan Provinsi Kalimantan Barat sebagai tuan rumah penyelenggaran peringatan Hari Pangan Sedunia disepakati setahun sebelumnya.