TEMPO Interaktif, Jakarta: Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) meminta pemerintah untuk segera manikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Penerapan harga BBM sesuai dengan yang berlaku di pasar harus segera dilakukan agar beban subsidi APBN tidak membengkak. Kepala BPH Migas, Tubagus Haryono, mengatakan, kenaikan harga minyak mentah dunia yang terus terjadi belakangan menyebabkan pemerintah harus menanggung pembengkakan beban subsidi. Besaran subsidi dalam anggaran tahun 2004 misalnya, meningkat dari Rp 14,5 triliun menjadi Rp 63 triliun. Hal itu dikarenakan adanya perubahan asumsi harga minyak dalam APBN-Perubahan (APBN-2004) dari US$ 22 per barel menjadi US$ 36 per barel. Menurutnya, untuk menaikkan harga BBM memang tidak mudah karena pasti akan menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. "Diperlukan langkah-langkah berani untuk menyesuaikan harga BBM. Kalau nggak, dalam jangka panjang ini bisa jadi pemerintah akan bangkrut karena subsidi bisa luar biasa sekali," ujarnya di Jakarta, Rabu (1/9). Ia menjelaskan, amanatnya di dalam UU pemerintah tidak akan memberikan subsidi dan harga akan disesuaikan dengan mekanisme pasar. Bahkan di dalam cetak biru (blue print) BPH Migas juga disebutkan bahwa subsidi akan dihapus secara perlahan. "Kalau pun toh masih ada subsidi itu yang kami usulkan bukan terhadap produk, melainkan kepada orangnya," kata dia. Namun, rencana itu belum terealisasi dengan pertimbangan daya beli masyarakat yang dinilai masih rendah. Tubagus juga menilai angka konsumsi BBM yang selama ini dipakai pemerintah harus dikaji kembali. Volume konsumsi yang sekarang digunakan, rata-rata 3,75 liter per jiwa per bulan, didasarkan atas hasil penelitian. Seharusnya volume konsumsi sudah lebih besar lagi dengan disesuaikan dengan perubahan kondisi saat ini. "Cuma kalau volume konsumsi makin tinggi maka subsidi akan makin besar." Berdasarkan catatan Pertamina, rata-rata kebutuhan BBM nasional sebesar 172.415 KL per hari. Kebutuhan terbesar adalah solar 72 ribu KL per hari, premium 44 ribu KL per hari, dan minyak tanah atau kerosin 32 ribu KL per hari. Kebutuhan tersebut sebagian besar dipenuhi dari produksi kilang dalam negeri sebanyak 75 persen atau 130 ribu KL per hari. Sisanya, sekitar 25 persen atau 40 ribu KL per hari atau 1,2 juta KL per bulan diimpor dari luar negeri. Retno Sulistyowati - Tempo News Room
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
3 Oktober 2017
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
Pemerintah diminta segera mengambil sikap ihwal revisi Undang-undang Minyak dan Gas. Pengurus Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Migas Bambang Dwi Djanuarto?menilai pemerintah kurang responsif dalam menyelesaikan revisi UU Migas.
Mengesahkan undang-undang baru sebagai pengganti atau revisi UU Minyak Bumi dan Gas (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan DPR pada akhir tahun ini. Mengingat undang-undang ini telah mengalami tiga kali uji materi Mahkamah Konstitusi (2003, 2007, dan 2012), di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan banyak pasal dari undang-undang tersebut.