TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menyambut baik rencana redenominasi mata uang rupiah. "Ini langkah yang baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dilihat dari sektor perbankan," ujarnya seusai menghadiri acara Economy Outlook 2013, Senin, 10 Desember 2012.
Ia juga menyatakan kesiapan bank pelat merah untuk berpartisipasi. "Bank-bank BUMN siaplah untuk itu," katanya. Kesiapan itu dapat dilihat dari sektor teknologi dan informasi yang mumpuni di bank-bank BUMN tersebut.
Meskipun begitu, hal lain yang tak kalah penting adalah kesiapan masyarakat menerima kebijakan redominasi. "Yang perlu harus dipersiapkan itu hati. Biasa lihat nol banyak, jadi sedikit," ujarnya.
Kebijakan redenominasi merupakan kebijakan penyederhanaan penyebutan nominal mata uang. Penyederhanaan akan dilakukan dengan menghilangkan tiga nol dalam satuan mata uang rupiah. Adapun nilai beli tak berubah. Saat ini, pemerintah tengah mengupayakan agar Rancangan Undang-Undang Redenomiasi rupiah masuk RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional.
Sebelumnya, sejumlah pihak meminta rencana pemberlakuan redenominasi disosialisasikan dalam rentang waktu panjang agar tak menimbulkan gejolak di masyarakat. Selain itu, pemerintah harus memastikan inflasi tak bergerak naik seiring kebijakan tersebut.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Destri Damayanti menyatakan, banyak masyarakat yang belum paham arti redenominasi. “Bahkan yang kalangan menengah ke atas saja ada yang belum paham, bagaimana masyarakat bawah? Masyarakat masih rancu antara redenominasi dengan sanering,” ucapnya ketika dihubungi Ahad lalu.
Pasalnya, kebijakan sanering atau pemotongan nilai mata uang untuk turunkan inflasi hingga ratusan persen yang berlaku di era 1960-an itu, menyebabkan banyak rakyat jatuh miskin. Sedangkan redenominasi hanya bertujuan untuk menyederhanakan nilai mata uang. “Untuk menghindari kesalahpahaman, butuh sosialisasi yang panjang paling tidak setahun dan masa transisi tiga tahun,” katanya.
