TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan kenaikan besaran upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah mengancam keberlangsungan usaha di dalam negeri. Sekretaris Jendral API, Ernovian G. Ismi, mengatakan industri akan banyak menutup usahanya setelah aturan UMP berlaku.
"Efeknya sudah jelas bagi industri tekstil yang padat karya dan padat modal. Bagi yang bisa memenuhi, pabriknya terus buka. Tapi yang tidak sanggup tinggal tunggu waktu saja untuk tutup," kata Ernovian kepada Tempo, Kamis, 22 November 2012.
Ia menilai, pengusaha tidak akan bisa menaikkan harga barang begitu saja karena akan mengurangi daya saing. Apalagi produk impor, yang membanjiri pasar dalam negeri, menawarkan harga lebih murah dibanding produksi lokal.
UMP yang ditetapkan pemerintah mulai tahun depan dianggap sudah tidak wajar. Seharusnya, kata dia, kenaikan nilai UMP ditetapkan 2-3 persen dari inflasi yang berlaku di tiap daerah. "Sekarang persaingan makin tajam, tapi kami tidak bisa menaikkan harga barang begitu saja," ujar Ernovian.
Pengusaha, ujar dia, hanya akan bisa menaikkan harga barang di tingkat pabrik sebesar 3-5,8 persen. Gaji buruh merupakan instrumen yang cukup tinggi bagi pengeluaran perusahaan karena berkontribusi sebesar 27 persen dari biaya produksi. Sedangkan biaya listrik berkontribusi sebesar 25 persen dari total biaya produksi industri tekstil.
Tingginya besaran upah buruh akan berdampak pengurangan karyawan, atau setidaknya perusahaan tidak akan membuka lowongan kerja untuk menambah karyawan baru agar tidak membebani keuangan perusahaan. "Kita tinggal tunggu waktunya saja. Ini kan kebijakan yang sudah banyak dipolitisasi. Pemerintah yang harusnya bertanggung jawab nanti," katanya. Anggota API, kata dia, adalah sekitar 1.200 perusahaan yang kebanyakan membidik pasar lokal, sedangkan sisanya untuk ekspor.
ROSALINA
Berita terkait
Banjir dan Longsor di Kabupaten Luwu Menewaskan 14 Warga
10 menit lalu
Banjir dan Longsor di Kabupaten Luwu Menewaskan 14 Warga
Kabupaten Luwu turut dilanda banjir dan longsor akibat hujan sejak Jumat dinihari, 3 Mei 2024. BNPB melaporkan 14 warga lokal meninggal dunia.