Gubenur Bank Indonesia Darmin Nasution. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, mengatakan penguatan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini terjadi tanpa intervensi apa pun dari bank sentral. Penguatan itu menyusul kebijakan stimulus bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) dan bank sentral Eropa (European Central Bank).
Sebelumnya, ECB menyatakan komitmennya membeli obligasi jangka pendek milik negara yang disetujui guna melakukan penghematan fiskal tanpa limitasi jumlah dana.
Pekan lalu, The Fed juga memastikan akan kembali menggelontorkan likuiditas untuk menggerakkan ekonomi atau pelonggaran kuantitatif ketiga (QE3).
"Itu benar-benar market saja. Kami tidak intervensi, market maunya begitu," ucap Darmin usai menghadiri Indonesia Investment Forum 2012, Senin, 17 September 2012.
Ia menjelaskan dampak dari dua kebijakan itu tergantung perekonomian masing-masing negara.
Kepastian The Fed melaksanakan QE3, menurut Darmin, akan menambah likuiditas di seluruh dunia. Hal ini karena ada peningkatan pendanaan dalam dolar. "Tentu saja akan mendorong dolar melemah," ucapnya. "Tapi dampaknya terhadap masing-masing negara berbeda sesuai ekonomi."
Menurut data kurs tengah BI, rupiah ditutup Rp 9.573 per dolar Amerika Serikat pada perdagangan kemarin dan menguat ke level Rp 9.450 per dolar AS hari ini.
Darmin mengungkapkan, meskipun nilai tukar rupiah menguat, tapi tak ada jaminan arahnya akan tetap terapresiasi ke depannya. "Ada saja negara bagaimana, tahu-tahu Eropa bagaimana, tapi arah tendensinya memang begitu (menguat)," ujarnya. MARTHA THERTINA