Muljohardjo mengatakan, Kejaksaan Agung telah menetapkan Leonard Tanubrata, mantan Dirut PT BUN sebagai tersangka. Kejagung juga menetapkan Kaharuddin Ongko, mantan wakil komisaris PT BUN dan Bob Hasan komisaris utama PT BUN sebagai tersangka. Menurut Muljohardjo, antara tanggal 17 November 1997 sampai 3 April 1998, mereka telah melakukan tindakan yang mengakibatkan PT BUN memiliki saldo minus sekitar RP 1,2 triliun. Para tersangka tidak dapat mencukupi rekening giro di PT BUN. Untuk itu, mereka mengajukan fasilitas diskonto pada tahun 1997.
Bob Hasan yang saat itu menjabat komisaris utama PT BUN menyetujui serta menandatangani syarat-syarat yang ada pada fasilitas diskonto. Syarat yang diberikan saat itu adalah dana tidak dapat dipakai untuk pembuatan kredit baru, ekspansi kredit, serta memberikan kredit kepada bank. Tetapi ternyata persyaratan tersebut dilanggar oleh PT BUN. Mereka memberikan kredit kepada bank Landasan Terus Sentosa sehingga berakibat kerugian negara Rp 294 miliar.
Sedangkan untuk bank lainnya, Bank Umum Sertivia Kejagung menetapkan David Nusawijaya, mantan Dirut Bank Umumnya dan Wuryatin Nusa, mantan kepala operasionalnya sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana BLBI itu. Berdasarkan penyidikan yang telah dilakukan Kejaksaan Agung, diketahui bahwa pada tanggal 23 Desember 1998, Bank Umum Sertivia mengalami saldo debet sebesar Rp 600 miliar. Saat itu Bank Umum Sertivia juga meminta fasilitas diskonto dengan syarat yang diberikan saat itu adalah dana tidak dapat dipakai untuk pembuatan kredit baru, ekspansi kredit, serta memberikan kredit kepada bank.
Trnyata persyaratan tersebut dilanggar. Bank Umum Sertivia diketahui telah mengeluarkan 34 kredit antara lain ke Bank Sembada Artha Nugraha sebesar Rp 88 miliar.
Kejagung juga telah menetapkan Samadikun Hartono, mantan komisaris utama PT Bank Modern sebagai tersangka. Samadikun Hartono sendiri telah ditahan sejak 20 Juni hingga 19 Juli 2001. Dalam penyidikan yang dilakukan, diketahui tersangka bersama dengan Boby Sudharso, presdir Bank Modern pada Oktober 1997 sampai Januari 1998 telah melakukan tindikan memperkaya diri sendiri, sehingga merugikan negara sebesar Rp.80 miliar. (Nurakhmayani)