20 Persen Rusun Wajib Dialokasikan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Reporter
Editor
Selasa, 18 Oktober 2011 22:13 WIB
ANTARA/Feri Purnama
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah mewajibkan pengembang swasta menyediakan rumah susun (Rusun) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) minimal 20 persen total luas lantai Rusun komersial yang dibangun. Kewajiban ini tertuang dalam Undang-Undang Rusun pasal 16 ayat 2 yang baru saja disahkan hari ini.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, bagi pengembang yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan sanksi. Dalam Pasal 109 UU Rusun sanksi pidana berupa hukuman penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 20 miliar.
Ditambah, pada pasal 117 ayat 1 pelaku pembangunan Rusun komersial yang merupakan badan hukum bakal terkena sanksi pidana denda dengan pemberatan tiga kali dari pidana denda terhadap orang. Artinya, pengembang bisa pidana penjara selama enam tahun atau denda sebanyak Rp 60 miliar.
Pada pasal 117 ayat 2 UU Rusun juga disebutkan selain pidana penjara dan denda, pengembang bisa dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan atau pencabutan status badan hukum.
Wakil Ketua Komisi Perumahan dan Infrastruktur DPR Muhidin Said mengatakan, dengan adanya kewajiban bagi pengembang itu, maka diyakini bisa mengurangi backlog (jumlah kebutuhan) perumahan dan bisa mengurangi pembiayaan dalam APBN.
“Ini artinya pembangunan Rusun tidak lagi terlalu mengandalkan APBN. Karena ada dana 20 persen dari pihak swasta,” ujar Muhidin ketika dikonfirmasi.
Aturan mengenai kewajiban membangun 20 persen rumah susun ini akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP). Pelaksanaan beleid itu akan menunjukkan apakah pengembang yang akan secara langsung membangun rusun dengan konsep sendiri atau Kementerian teknis yang membuatkan konsepnya.
“Yang pasti inti dari Undang-Undang ini adalah terbantunya dana pembangunan rusun dari swasta. Selama ini pengembang swasta lebih banyak membangun apartemen atau kondominium tapi tidak ada kewajiban apa-apa,” katanya.
Dia melanjutkan, dalam UU Rusun ini juga disebutkan adanya badan pelaksana yang bertugas mengawasi dan mengatasi permasalahan yang bersifat operasional. Dia mencontohkan, nantinya badan pelaksana ini akan bertugas melakukan verifikasi penghuni dan akan melaksanakan koordinasi dengan pemda terkait prasarana seperti listrik, air dan transportasi.
Badan pelaksana itu akan dibentuk satu tahun setelah UU Rusun disahkan.”Tapi bisa saja pemerintah akan menugaskan misalnya Perumnas melalui Perpres sebagai badan pelaksana karena satunya-satunya badan yang berpengalaman,” katanya.
Ketentuan pembentukan badan pelaksana ini juga dinilai perlu oleh Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda. Ali menilai pemerintah perlu membentuk badan otonomi khusus perumahan yang ditugasi mengelola rusunami.
“Karena pembangunan rusunami saya tidak setuju diserahkan pada swasta. Pemerintah harus intervensi. Badan otonomi ini nantu bisa berfungsi untuk penyediaan tanah, penjualan, bahkan untuk pengelolaannya,” ujar Ali ketika dihubungi.
Ali meminta pemerintah mengawasi secara ketat aturan kewajiban pengembang membangun 20 persen rusunami. “Pengawasannya seperti apa dan bagaimana penerapannya untuk pengembang sudah jadi harus diatur dalam PP,” katanya.
Menurut dia, pengawasan perlu dilakukan secara berkala karena saat ini tidak ada klasifikasi unit rusunami. Sehingga pengembang bisa saja menjual harga rusunami namun dengan embel-embel biaya view dan sebagainya. “Bisa juga berdalih sudah membangun 20 persen rusunami. Jadi perlu diatur dalam PP,” ujarnya.