BI Disarankan Menumpuk Cadangan Emas

Reporter

Editor

Kamis, 18 Agustus 2011 05:44 WIB

Aviliani. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Bank Indonesia disarankan mempertimbangkan menumpuk cadangan devisa dalam bentuk komoditas emas. Pengamat ekonomi yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional, Aviliani, menilai cadangan devisa dalam bentuk valuta asing (dolar Amerika Serikat) tak menguntungkan.

Nilai dolar Amerika diramalkan masih akan terus menurun. Sebab, kondisi perekonomian Amerika dianggap belum stabil. "Masalah utang di negara itu tidak akan selesai," ujar Aviliani, Rabu 17 Agustus 2011.


Pemerintah dan Kongres Amerika Serikat telah menyepakati melakukan penyelamatan (bailout) dan menaikkan batas utang negaranya maksimum sebesar US$ 2,4 triliun. Dengan demikian, batas utangnya membengkak menjadi US$ 16,5 triliun.

Namun, saat bailout itu digelontorkan, dana tersebut langsung habis. Krisis utang mereka tetap tak rampung dan kepercayaan pasar semakin menurun. Aviliani memperkirakan perekonomian Amerika akan terkoreksi tiga bulan lagi. Dia juga memperkirakan bailout akan dikucurkan lagi.

Aviliani menjelaskan, sebelum 1944, pencadangan devisa dengan komoditas emas digunakan Indonesia dan bank sentral di seluruh dunia. Namun, setelah 1944, tren ini berubah. "Mereka terus menyepakati uang mata dunia itu dolar Amerika sebagai acuan, karena Amerika dianggap negara adikuasa," katanya.

Sekarang, kata Aviliani, negara yang mata uangnya menjadi acuan bank sentral seluruh dunia telah kolaps. Karena itulah, kata dia, Bank Indonesia seharusnya perlu melakukan langkah-langkah untuk mengurangi efek turunnya valuasi dolar tersebut.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Kebijakan Moneter Hartadi A. Sarwono menyatakan, isu pembelian atau pemborongan emas oleh bank sentral sangat sensitif karena bisa berdampak buruk pada harga emas di pasar. Bank Indonesia belum bisa memberi ketegasan soal ini.

Hartadi mengakui dunia sedang prihatin terhadap kecenderungan pelemahan dolar Amerika Serikat. "Karena mereka tahu dalam jangka panjang akan sulit buat Amerika Serikat membuat bujetnya kembali normal setelah defisit yang sangat besar," kata dia. Pelemahan dolar diramalkan akan berlangsung lama.

Di forum negara-negara kelompok G-20, kata Hartadi, masalah pelemahan dolar menjadi pembicaraan hangat. "G-20 membicarakan bagaimana mengubah sistem moneter dunia kalau ada pelemahan dolar. Nah, sebagian lari ke emas," ujarnya.

Tapi sayangnya, ia menambahkan, pasokan emas semakin terbatas dan harganya terus meningkat.

Laporan bulanan Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bank sentral di Thailand, Rusia, dan Kazakstan telah menambah cadangan emas mereka sejak dua bulan yang lalu.


l FEBRIANA FIRDAUS

Berita terkait

Kepala Perwakilan BI Solo Sebut Kendala-kendala yang Masih Dihadapi UMKM

16 jam lalu

Kepala Perwakilan BI Solo Sebut Kendala-kendala yang Masih Dihadapi UMKM

Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus konsisten menerapkan kualitas hasil produksi jika ingin bisa bertahan di tengah dinamika ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi

1 hari lalu

BI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyatakan pihaknya terus memperkuat sinergi dan mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.

Baca Selengkapnya

BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen

2 hari lalu

BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen

Survei BI mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer triwulan I 2024 tetap naik, tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial triwulan I 2024 sebesar 1,89 persen

Baca Selengkapnya

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

2 hari lalu

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

Rupiah melemah dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, apa saja?

Baca Selengkapnya

Survei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat

5 hari lalu

Survei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat

Survei Konsumen Bank Indonesia atau BI pada April 2024 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat.

Baca Selengkapnya

Perkuat Transaksi Mata Uang Lokal, BI dan Bank Sentral UEA Jalin Kerja Sama

6 hari lalu

Perkuat Transaksi Mata Uang Lokal, BI dan Bank Sentral UEA Jalin Kerja Sama

Gubernur BI dan Gubernur Bank Sentral UEA menyepakati kerja sama penggunaan mata uang lokal untuk transaksi bilateral.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Deretan Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis hingga Lowongan Kerja BTN

8 hari lalu

Terpopuler: Deretan Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis hingga Lowongan Kerja BTN

Berita terpopuler ekonomi dan bisnis pada Kamis, 9 Mei 2024, dimulai dari deretan masalah dari Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis atau PPDS.

Baca Selengkapnya

Ramai di X Bayar Tunai Ditolak Kasir, BI Buka Suara

9 hari lalu

Ramai di X Bayar Tunai Ditolak Kasir, BI Buka Suara

Bank Indonesia mendorong aktivitas bayar tunai, namun BI mengimbau agar merchant tetap bisa menerima dan melayani pembayaran tunai

Baca Selengkapnya

Aliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI

9 hari lalu

Aliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI

Kenaikan suku bunga acuan atau BI rate menarik aliran modal asing masuk ke Indonesia.

Baca Selengkapnya

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

10 hari lalu

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

Bank Danamon Indonesia belum berencana menaikkan suku bunga KPR meski suku bunga acuan BI naik menjadi 6,25 persen

Baca Selengkapnya