Indonesia Dianggap Tak Berdaya Hadapi Pelemahan Yuan
Reporter
Editor
Sabtu, 23 April 2011 14:08 WIB
AP/Xinhua, Zhang Chunlei
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Indonesia dinilai tidak mempunyai keberanian dalam menghadapi kebijakan pemerintah China yang melemahkan nilai mata uangnya, yuan. “Indonesia tidak menjadikan pelemahan yuan ini sebagai isu,” kata Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, usai diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (23/4)
Padahal, sejumlah negara sudah mengajukan protes dan ancaman kepada China atas intervensinya melemahkan yuan. Faisal mengatakan Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang sudah menyampaikan ancamannya kepada China. “Indonesia bersuara saja tidak,” katanya.
Menurut Faisal, China menjalankan perdagangan yang tidak adil karena pemerintah China melakukan intervensi di segala lini dan sektor, termasuk dengan melemahkan mata uang yuan. “Amerika mengancam akan menambah bea masuk 10 persen bagi produk China, itu untuk menutup defisit karena lemahnya yuan,” kata Faisal.
Menurut Faisal, kebijakan melemahkan mata uang yuan itu membuat perdagangan China surplus US$ 3 triliun. “Indonesia tidak berani memprotes kebijakan China itu, bersuara saja tidak,” katanya.
Saat ini, sejumlah mata uang banyak negara, termasuk rupiah, mengalami apresiasi terhadap yuan. Kondisi ini membuat harga produk-produk China semakin murah dan membanjiri pasar-pasar negara pesaingnya.
Ternyata tak hanya produk-produk buatan Cina yang membajiri Indonesia. Beberapa produk dalam negeri khususnya buah-buahan asli Indonesia saat ini mulai banyak dikonsumsi masyarakat Cina atau biasa juga disebut Republik Rakyat Tiongkok.
Lemahnya Indonesia menghadapi banjir impor Cina pasca diberlakukannya pasar bebas Cina-ASEAN (CAFTA) setahun lalu dinilai karena adanya kesalahan strategi.