Kerajaan Bisnis Rawan di Generasi Keempat

Reporter

Editor

Kamis, 11 November 2010 19:28 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Survei The Jakarta Consulting Group menyatakan bisnis keluarga di Indonesia rawan pada generasi keempat. Hasil penelitian konsultan Bisnis Strategi Manajemen, A.B. Susanto menyatakan, tingkat ketertarikan generasi keempat untuk meneruskan bisnis keluarga hanya lima persen.

Menurut Susanto, pada generasi kedua tingkat ketertarikan masih tinggi yakni 61 persen. Namun angka ini terus menurun pada generasi ketiga yakni 24 persen, dan pada generasi keempat menjadi empat persen.

Masalah pengalihan kepemimpinan dari generasi ke generasi berikutnya memang menjadi satu dari tujuh hal yang kritis dalam bisnis keluarga. “Ada konflik nilai, kesenjangan generasi, perbedaan ketertarikan,” kata Susanto dalam acara Family Business Conference di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta, Kamis (11/11).

Hal ini kemudian merembet pada suksesi sehingga rencana estafet tongkat kepemimpinan tidak berhasil, yang menjadi hal kritis kedua. Ketiga, struktur manajemen yang berkaitan dengan kepemimpinan, yang umumnya hanya dimainkan satu orang atau “one man show leadership.”

Keempat, masalah keadilan dalam pembagian kompensasi antar keluarga dan non keluarga. Kelima, masalah sumber daya manusia. Keenam, masalah pembagian keuntungan di antara anggota keluarga. Ketujuh, masalah kesamaan minat dan pendapat untuk mendukung proses bisnis.

Tantangan yang dihadapi bisnis keluarga umumnya karena kesenjangan tenaga ahli, arus modal atau mengendalikan biaya, reorganisasi korporasi, dan keuntungan.

Riset A.B. Susanto menyebutkan, mayoritas bisnis keluarga di Indonesia dialihkan ke generasi berikutnya sebanyak 28,8 persen, dialihkan ke anggota keluarga yang lain sebanyak 12,9 persen, menjual bisnisnya ke pemilik lain sebanyak 19,8 persen, menjual bisnisnya ke pasar terbuka sebanyak 16,4 persen, didivestasikan sebanyak 5,4 persen, menjadikan perusahaan terbuka dengan menawarkan saham 5 persen, dan mencari rekan kerja sama 5,4 persen. Pada generasi keempat, umumnya perusahaan keluarga tersebut kemudian dijual kepada pihak lain, pecah, atau dijadikan perusahaan terbuka.

Jusuf Kalla, pemilik perusahaan Kalla Group berpendapat, yang paling penting dipertahankan adalah perusahaan induk. “Jangan pakai prinsip petani Jawa, yang lahannya satu dibagi-bagi ke seluruh anaknya. Justru kalau keturunan bertambah, lahan harus ditambah,” kata Jusuf Kalla.

Artinya, kata dia, perusahaan keluarga mesti melakukan ekspansi bisnis. Dia mencontohkan perusahaannya, pada perusahaan induk jabatan direktur utama dan wakil direktur masih dipegang anggota keluarga: adik bungsunya dan anak perempuannya. Sedangkan pada anak perusahaan, jajaran direksi diisi oleh profesional.

Bisnis keluarga Kalla tersebut meliputi beberapa kelompok perusahaan di berbagai bidang industri. Tahun 1968, Jusuf Kalla menjadi CEO dari NV Hadji Kalla. Di bawah kepemimpinannya, NV Hadji Kalla berkembang dari sekadar bisnis ekspor-impor, meluas ke bidang-bidang perhotelan, konstruksi, pejualan kendaraan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, kelapa sawit, dan telekomunikasi.

Mooryati Soedibyo, Presiden Direktur PT Mustika Ratu, Tbk mengaku sedang menulis disertasi tentang suksesi bisnis keluarga. Menurutnya, hanya 40 persen bisnis keluarga yang bisa bertahan. “Dari 40 persen itu, hanya lima persen yang bisa menjadi perusahaan besar,” tuturnya.

Mooryati berpendapat, tak harus anak tertua atau anak laki-laki yang menjadi penerus bisnis keluarga. Putri Kuswisnu Wardani adalah putri Mooryati yang meneruskan bisnis kosmetik keluarga ini. “Bisa juga melibatkan kaum profesional, tapi keluarga mesti tetap memegang kendali,” ujarnya.

Untuk mencegah perusahaan keluarga pecah, menurut pemilik Bosowa Group Aksa Mahmud, pembagian saham kepemilikan mesti rata di antara anggota keluarga. Idealnya, perusahaan keluarga dijadikan perusahaan terbuka agar bisa dikelola secara profesional.

“Suatu bisnis keluarga tumbuh dan berkembang kalau sudah masuk pasar modal. Tapi tetap dikendalikan oleh keluarga,” kata Aksa. Alasannya, dengan mengikuti aturan pasar modal maka intervensi keluarga atas bisnis keluarga bisa dihindari.

Aksa melanjutkan, sebelum mengalihkan tampuk kepemimpinan dari generasi pertama kepada generasi kedua, perusahaan keluarga harus sudah disiapkan untuk menjadi perusahaan terbuka. Generasi pertama sudah mulai menyiapkan kandidatnya baik secara kemampuan manajemen dan pengetahuan dan melibatkan kaum profesional.

NIEKE INDRIETTA

Advertising
Advertising

Berita terkait

Di Musda IX HIPPI Fadel Muhammad Jabarkan IKN dan Tantangan Jakarta

8 Desember 2022

Di Musda IX HIPPI Fadel Muhammad Jabarkan IKN dan Tantangan Jakarta

Jakarta tetap menjadi pusat bisnis dan di Kalimantan Timur menjadi pusat pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Korban Ricuh Munas HIPMI Lapor ke Polisi, Kapolresta Periksa dan Kumpulkan Bukti

22 November 2022

Korban Ricuh Munas HIPMI Lapor ke Polisi, Kapolresta Periksa dan Kumpulkan Bukti

Keributan di munas Hipmi disebut karena masalah personal.

Baca Selengkapnya

Hippi: Pengusaha Besar Menimbun Minyak Goreng Harus Dijatuhi Hukuman

23 Februari 2022

Hippi: Pengusaha Besar Menimbun Minyak Goreng Harus Dijatuhi Hukuman

Hippi minta produsen minyak goreng besar di Indonesia untuk terus membanjiri pasar atau melakukan operasi pasar guna memenuhi pasokan warga.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla: Negara Kuat Didukung Para Pengusaha Kuat  

1 Juli 2017

Jusuf Kalla: Negara Kuat Didukung Para Pengusaha Kuat  

JK mengatakan pemerintah memiliki 25 persen saham dari pajak pendapatan perusahaan yang dikelola pengusaha.

Baca Selengkapnya

Dipuji Wapres Kalla, Sandiaga Janji Cetak 200 Ribu Wirausahawan

25 April 2017

Dipuji Wapres Kalla, Sandiaga Janji Cetak 200 Ribu Wirausahawan

Sandiaga mengatakan semangat kewirausahaan memotivasinya selama ini.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ajak Pengusaha Muda Garap Tiga Sektor Ini

27 Maret 2017

Jokowi Ajak Pengusaha Muda Garap Tiga Sektor Ini

Ada tiga sektor yang bisa digarap oleh pengusaha muda di antaranya adalah sektor pariwisata.

Baca Selengkapnya

APINDO Dorong Industri Padat Karya Dapat Insentif di 2017

20 Desember 2016

APINDO Dorong Industri Padat Karya Dapat Insentif di 2017

Salah satu contoh kebijakan yang belum berjalan itu adalah
diskon tarif listrik untuk beberapa usaha tertentu.

Baca Selengkapnya

Puluhan Pengusaha Cina Pastikan Indonesia Aman  

6 Desember 2016

Puluhan Pengusaha Cina Pastikan Indonesia Aman  

Sebanyak 130 pengusaha Cina mengunjungi Indonesia untuk
memastikan Indonesia aman.

Baca Selengkapnya

Dampak Demonstrasi Harus Dibayar Mahal

16 November 2016

Dampak Demonstrasi Harus Dibayar Mahal

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui dampak demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu harus diganti.

Baca Selengkapnya

Untung, Pengusaha Berlian di India Bagi-Bagi Ribuan Mobil

28 Oktober 2016

Untung, Pengusaha Berlian di India Bagi-Bagi Ribuan Mobil

Pengusaha berlian bernama Savjibhai Dholakia selalu membagi-bagikan keuntungan perusahaan kepada karyawannya.

Baca Selengkapnya