Lain pula pengalaman Sartika Dewi. Ibu rumah tangga yang tinggal di Perumahan Ciomas Permai, Bogor, ini sering mendapat selebaran promosi pemasangan telepon dari Telkom dengan harga diskon. "Selebarannya biasa digantung di pagar, karena pintu pagar terkunci," ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Sebagai penghuni baru, Sartika memang belum memasang telepon rumah.
Munculnya penawaran kepada Didik atau Sartika itu sejalan dengan upaya Telkom yang tengah gencar mempromosikan penggunaan telepon tetap alias wire line atau fixed line. Agar menarik, penawaran telepon rumah itu digabung dengan paket "banting harga" Speedy (akses Internet). Telkom mengincar penambahan jumlah pelanggan 700 ribu, menjadi 1,8 juta satuan sambungan pada akhir tahun ini. Per akhir tahun lalu, pengguna jasa internet Speedy tercatat 1,1 juta satuan sambungan. Ini berarti baru seperdelapan dari total pelanggan telepon kabel yang mencapai 8,8 juta rumah.
Menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia, Telkom sedang giat berekspansi menjaring pengguna Internet. Selain meningkatkan pendapatan dari bisnis telepon kabel, juga memenuhi kebutuhan konsumen yang telah bergeser. "Dulu telepon rumah untuk percakapan, sekarang lebih banyak untuk layanan data (Internet)," katanya kepada Tempo di Jakarta.
Perusahaan telekomunikasi pelat merah ini puyeng memikirkan bisnis telepon tetap. Bayangkan, sepuluh tahun lalu, Telkom menguasai industri telekomunikasi sebagai satu-satunya operator telepon. Tapi, begitu keran persaingan dibuka, satu per satu operator swasta masuk menawarkan layanan mobile (bergerak) dalam bentuk code division multiple access (CDMA) maupun global system for mobile communications (GSM). Kompetisi menjadi seru dengan berbagai obral tarif.
Sejak masuknya telepon seluler, kinerja telepon tetap kedodoran. Banyak pelanggan memutuskan sambungan telepon, berpaling ke seluler. Ada pula yang sengaja tidak membayar abonemen hingga Telkom mencabut hak berlangganan. Tapi beberapa pelanggan masih mempertahankan telepon rumah karena menjadi syarat perbankan dalam memberikan kredit. Walhasil, kata Eddy, jumlah pelanggan tak banyak bergeser dari posisi 8,5-8,7 juta. Malah intensitas penggunaannya terus merosot. Pendapatan dari sektor ini pun terkoreksi tajam .
Karena itulah, Telkom meluncurkan berbagai jurus untuk meredam derasnya laju penurunan kinerja telepon tidak bergerak. Misalnya program "Telepon Rumah Rejeki Tumpah" yang diluncurkan pada 1 November 2008. Pelanggan dengan jumlah pemakaian tertentu akan mendapat poin. Setiap satu menit menelepon atau menerima panggilan, ia berhak memperoleh satu poin, yang bisa langsung ditukar dengan hadiah seperti alat pemasak nasi, voucher belanja, dan kamera digital, atau diundi dengan hadiah motor dan mobil. Tak dinyana, sambutan masyarakat luar biasa. Lebih dari tujuh juta satuan sambungan telepon--78 persen dari total pelanggan--mengikuti pesta gebyar hadiah ini.
Masih banyak program lainnya yang diluncurkan Telkom. Tujuannya cuma satu, menahan jumlah pelanggan telepon tetap tidak terjun bebas. Toh, Telkom tetap pede. Manajemen berkomitmen mempertahankan telepon tak bergerak ini. Cuma, Eddy menambahkan, arahnya bergeser dari layanan pembicaraan atawa voice ke jasa akses data, Internet, dan gambar. Itu dilakukan lantaran ada tren pada masa mendatang masyarakat bekerja di rumah. Artinya, mereka akan sangat bergantung pada layanan Internet. Ceruk itulah yang diincar Telkom. Intinya, kata Eddy, "Orang akan tetap membutuhkan telepon tetap."
Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi, Gatot Dewa Broto, mengatakan bahwa pemerintah memberi kebebasan kepada operator, termasuk Telkom, untuk mempertahankan telepon tetap atau membuat telepon tetap nirkabel (fixed wireless access), yang fungsinya sama dengan telepon kabel. "Mengembangkan telepon tetap atau berbasis kabel memang sangat mahal," ujarnya di Jakarta pekan lalu.
Retno Sulistyowati | Ferry Firmansyah