Erna lalu menjelaskan, informasi adanya rencana petisi dumping barang pecah belah sebenarnya sudah diterima sejak Oktober tahun lalu. Informasi mengenai rencana petisi dumping didapat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Setelah itu Brazil tidak memberikan informasi lanjutan. "Maka kami mengira Brazil tidak jadi melakukan inisiasi. Ternyata dua pekan lalu kami dapat undangan untuk mengikuti proses hearing (dengar pendapat)," kata Erna
Setelah mendengar kabar mengenai tahap hearing tuduhan dumping, pihaknya juga menghubungi perusahaan tertuduh. Perusahaan produsen barang pecah belah yang dituduh dumping adalah Kedaung Grup dan First National Glassware (Firna). "Ternyata perusahaan juga belum menerima dokumen apapun," kata Erna. Padahal, seharusnya perusahaan mendapat berkas kuisioner. "Maka, pihak Kedaung juga akan menyampaikan keberatan," ujarnya.
Selain kepada produsen, lanjut Erna, Kementerian Perdagangan juga menelusuri informasi tuduhan dumping kepada importir di Brazil. "Ternyata, importir juga baru mengetahui adanya petisi tersebut," ujarnya.
Menurut Erna, informasi terakhir yang diterima Indonesia hanyalah pengunduran jadwal hearing dari 12 Agustus menjadi September ini.
Dengan informasi yang tidak jelas, Indonesia tidak bisa ikut pada proses hearing karena tidak memperoleh dokumen inisiasi. Padahal, jika absen pada proses hearing, Indonesia bisa dianggap tidak kooperatif dalam penyelidikan kasus dumping.
Saat ini, kata Erna, sikap Indonesia adalah menunggu penjelasan mengenai informasi tuduhan dumping. "Jika protes ini tidak ditanggapi, kemungkinan kami akan menyelesaikan masalah ini ke World Trade Organization (WTO)," kata Erna.
EKA UTAMI APRILIA