Australia Lebih Maju 58 Tahun dari Indonesia soal Batas Wilayah
Senin, 27 Oktober 2003 14:01 WIB
Hal ini diunkapkan Deputi Pemetaan Dasar Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional Klaas J. Villanueva di kantor Bakosurtanal, Cibonong, Bogor, Rabu (27/8) siang.
Menurut Klaas, hal tersebut tidak bisa dilakukan terburu-buru, karena menyangkut perebutan laut wilayah yang terkait dengan Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan landas kontinen. Terutama untuk kawasan yang kaya sumber daya alam, katanya. Selain itu, katanya, juga untuk meminimalisir pertentangan yang terjadi baik dengan negara tetanggga maupun dalam negeri sendiri.
Klaas menjelaskan, saat ini ada lebih dari 10 segmen deliniasi batas wilayah yang belum terselesaikan. Contoh Timur Leste. Walaupun deliniasi belum dilakukan, tapi belum sampai pada tahap perjanjian internasional. Karena itu, katanya, peta sinoptik sementara menjadi dokumen hukum jika dilampirkan dalam perjanjian internasional.
Klass juga menyoroti ketertinggalan Indonesia memulai pengukuran landas kontinennya. "Indonesia bahkan ketinggalan dari Australia selama 58 tahun!".Mmasalah dana juga menjadi satu kendala bagi hal tersebut.
Indonesia sebagai negara kepulauan, keberadaannya dikuatkan dengan hukum laut internasional 1982. Batas wilayah NKRI pertama kali ditetapkan dengan Undang-Undang No.4/PRP tahun 1960, tentang perairan Indonesia yang menetapkan koordinat geografis titik-titik pangkal agar ujung-ujung terluar pulau-pulau terluar yang membentuk garis pangkal yang bersambungan.
Untuk batas laut, Peraturan Pemerintah No.38/2002 tentang penetapan titik-titik pangkal dan garis pangkal yang baru dan juga batas wilayah laut serta batas-batas ZEE yang masing-masing lebarnya 12 mil laut dan 200 mil laut dari garis pangkal teritorial. Namun, peraturan tersebut harus segera direvisi untuk meniadakan antara lain titik-titik pangkal di Pulau Sipadan dan Ligitan.
mahdi Tempo News Room