Pemerintah Bidik Target Sukuk Ritel II Rp 3 Triliun

Reporter

Editor

Senin, 21 Desember 2009 17:28 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah mengindikasikan target sukuk ritel kedua sebesar Rp 3 triliun. Surat berharga nasional berbasis prinsip syariah itu akan diterbitkan pada 10 Januari 2010. Target tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan saldo kas negara dan minat pasar.

"Karena saldo kas awal tahun belum terlalu besar, kami tidak tetapkan target yang terlalu besar," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto, usai penekenan kontrak kerja Sukuk Ritel RI II dengan 18 agen penjual di kantor Departemen Keuangan, Jakarta, Senin (21/12).

Pada penerbitan sukuk ritel I, pemerintah berhasil membukukan penjualan Rp 5,6 triliun. Target penjualan yang lebih kecil dari tahap satu itu dikarenakan pemerintah tak berencana melakukan front loading (penjualan besar-besaran di awal tahun) kecuali ada permintaan yang luar biasa.

Sukuk ritel kedua ini menggunakan jenis akad "ijarah sale and lease back" dengan tenor tiga tahun. Nominal pembelian per unit Rp 1 juta, jumlah pembelian minimal Rp 5 juta dan pemerintah tak membatasi maksimal jumlah pembelian.

Total aset yang dijadikan dasar transaksi (underlying asset) senilai Rp 20,3 triliun dan berbentuk barang milik negara yang dikuasai 27 kementerian dan lembaga. "Target investor, individu warga negara Indonesia," ucap dia. Besaran kupon atau imbal hasil tetap dan dibayar tiap bulan.

Pemerintah akan menetapkan besaran kupon pada 21 Januari 2010. Sukuk kedua ini akan ditawarkan pada 25 Januari-5 Februari 2010. Rahmat menambahkan, penjatahan dilakukan pada 8 Februari dan terbit pada 10 Februari.

Pemerintah menargetkan total gross penerbitan surat berharga nasional, baik surat utang negara atau sukuk, tahun depan sebesar Rp 175 triliun. Jumlah itu naik dari total gross tahun ini sebesar Rp 144 triliun.

Rahmat mengatakan tak ada yang perlu ditakutkan dengan naiknya total gross penerbitan surat berharga. Sebab, potensi permintaan surat utang rupiah dan sukuk cukup tinggi. Selain itu masih banyak potensi investor dalam dan luar negeri yang belum tersentuh.

Dia mencontohkan masih banyaknya pemerintah daerah yang mengelola dana dari pemerintah pusat melalui bank pembangunan daerah diletakkan di surat Bank Indonesia. "(Memandang) kasus Dubai World, investor sukuk akan pilih dari negara lain seperi Turki dan Indonesia," katanya.

Selain itu pemerintah masih memiliki kreditor yang memberi pinjaman tiap tahun seperi pinjaman untuk program dari multi lembaga. Pemerintah masih memiliki sisa draw down option sebesar US$ 5,15 miliar. Sekitar US$ 350 juta telah digunakan untuk Samurai Bond. Selain itu masih ada fasilitas DDO dari Bank Dunia, Jepang, Australia, dan Bank Pembangunan Asia.

RIEKA RAHADIANA

Berita terkait

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

15 jam lalu

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

19 jam lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Akan Hadiri Panggilan KPK soal Klarifikasi LHKPN Rp 7 Miliar

1 hari lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Akan Hadiri Panggilan KPK soal Klarifikasi LHKPN Rp 7 Miliar

Kuasa hukum eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Luhut Simanjuntak, mengatakan kliennya akan memenuhi panggilan dari KPK itu untuk klarifikasi LHKPN.

Baca Selengkapnya

Alasan Bea Cukai Tahan 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Kenneth Koh

1 hari lalu

Alasan Bea Cukai Tahan 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Kenneth Koh

Alasan Bea Cukai menahan 9 supercar milik pengusaha Malaysia, Kenneth Koh

Baca Selengkapnya

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

1 hari lalu

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

KPK telah menjadwalkan pemanggilan eks Kepala Bea Cukai Purwakarta pekan depan untuk mengklarifikasi kejanggalan LHKPN.

Baca Selengkapnya

TImbulkan Opini Negatif Masyarakat, Pakar Nilai Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke Publik Tak Rinci

2 hari lalu

TImbulkan Opini Negatif Masyarakat, Pakar Nilai Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke Publik Tak Rinci

Pakar menilai komunikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada publik belum optimal, kerap memicu opini negatif masyarakat

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

2 hari lalu

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy, akan menjalani klarifikasi soal LHKPN-nya di KPK pekan depan.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Bea Cukai Soal 9 Mobil Mewah Kenneth Koh Disegel, Tidak Direekspor

2 hari lalu

Penjelasan Bea Cukai Soal 9 Mobil Mewah Kenneth Koh Disegel, Tidak Direekspor

Sampai Mei 2024, importir 9 mobil mewah itu belum melunasi dendanya, yang telah mencapai Rp11,8 miliar.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

2 hari lalu

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

Kepala Bea Cukai Purwakarta Effendy Rahmady dituduh melaporkan hartanya dengan tidak benar dalam LHKPN. Apa yang membuatnya diberhentikan Kemenkeu?

Baca Selengkapnya

Kisah Royal Enfield Sebelum Memproduksi Motor di India

4 hari lalu

Kisah Royal Enfield Sebelum Memproduksi Motor di India

Sebelum membuat motor, Royal Enfield memproduksi sejumlah produk di bawah tanah

Baca Selengkapnya